Jakarta, Technology-Indonesia.com – Perang Rusia dan Ukraina mengakibatkan meningkatnya harga minyak mentah dunia. Pemerintah Indonesia merespon hal ini dengan menerapkan kebijakan pengurangan subsidi/menaikkan harga BBM bersubsidi per 3 September 2022.
Kebijakan ini direspon beragam oleh masyarakat. Sebagian menganggap kenaikan harga BBM akan memberatkan kehidupan masyarakat. Namun sebagian lagi memahami kebijakan ini.
Untuk mengetahui dampak dari kebijakan tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset dampak kebijakan pengurangan subsidi/kenaikan harga BBM terhadap sektor ekonomi di Indonesia.
Kepala Pusat Riset Ekonomi Industri, Jasa, dan Perdagangan, Umi Muawanah mengatakan kebijakan ini menjadi keputusan yang sulit bagi pemerintah. Sebab, saat ini kondisi Indonesia belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19.
“Kebijakan ini mengundang pro dan kontra bahkan banyak yang melakukan demo terhadap kebijakan ini,” kata Umi saat membuka kegiatan Sapa Media secara daring pada Senin (3/10/2022).
Dalam penelitian ini, BRIN menggunakan tiga metode yakni pendekatan umum (RDCGE), pendekatan matriks transaksi (input output), dan pendekatan intensi masyarakat (trend) terhadap lima skenario.
Kelima skenario tersebut adalah kenaikan BBM, kenaikan BBM ditambah dengan kenaikan bahan pokok penting, kenaikan BBM dan kenaikan bahan pokok penting tetapi dengan pemberian bantuan sosial. Skenario berikutnya adalah skenario ketiga ditambah dengan peningkatan belanja pembangunan.
“Tambahan belanja pembangunan ini sebagai pengungkit terhadap dampak negatif dari kenaikan BBM seperti sektor transportasi dan pergudangan,” kata Umi.
Skenario terakhir, merupakan skenario keempat ditambah dengan peningkatan belanja sektor pangan atau pertanian.
Peneliti bidang Ekonomi Makro dan Perdagangan Internasional, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Iwan Hermawan menyampaikan beberapa kesimpulan dari hasil riset tersebut. Salah satunya, kenaikan harga BBM dinilai masih berdampak positif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Kenaikan harga BBM masih berdampak positif terhadap kenaikan PDB, meskipun tidak terlalu signifikan,” ungkapnya. Meski demikian, jelas Iwan, kenaikan harga BBM meningkatkan laju inflasi dan menurunkan konsumsi agregat.
Selain dampak secara makro ekonomi, kenaikan harga BBM berdampak ke sektoral. Sektor-sektor berteknologi tinggi dan migas memperoleh keuntungan (better off) dari dampak kenaikan harga BBM. Sebaliknya, sektor jasa transportasi dan manufaktur pengolahan mengalami penurunan produksi (worse off).
“Terhadap penyerapan tenaga kerja, ini kurang lebih in line, dimana kenaikan harga BBM subsidi akan menyebabkan better off di sektor-sektor yang berteknologi tinggi dan kilang migas, dan yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja ada di sektor jasa transportasi dan beberapa sektor manufaktur,” tambahnya.
Kesimpulan lainnya, kenaikan harga BBM juga berdampak pada penurunan tingkat kesejahteraan rumah tangga, khususnya rumah tangga di perdesaan.
Selain itu, kenaikan harga BBM berdampak secara beragam terhadap perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Provinsi Kalimantan Timur, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Riau, dan Jambi dinilai mendapatkan keuntungan dari dampak kenaikan harga BBM.
“Kelima provinsi ini yang menikmati benefit-nya. Jadi PDRB mereka mengalami peningkatan. Kita bisa melihat mereka memiliki keseragaman kurang lebih sebagai daerah penghasil migas dan perkebunan,” tutur Iwan.
Kesimpulan selanjutnya, kenaikan harga BBM yang diikuti dengan bantuan sosial (Bansos) akan berdampak positif relatif lebih tinggi terhadap PDB dibandingkan tanpa melakukannya.
Di sisi lain, kondisi makroekonomi tersebut berdampak pada level rumah tangga, di mana tingkat kesejahteraannya cenderung masih menurun.
“Kondisi ini merefleksikan kemungkinan indeks Bansos yang berlaku belum sepenuhnya mengompensasi inflasi akibat kenaikan harga BBM. Karena itu, pemberian Bansos perlu disesuaikan indeks atau besarannya, dengan didukung data penerima bantuan yang valid dan sistem pengawasan penyaluran yang ketat,” tutur Iwan.
Analisis dari riset ini juga dilengkapi dengan kajian berdasarkan respon dari masyarakat terkait dampak kenaikan BBM melalui pantauan dari Google Trend.
Hasil riset menunjukkan bahwa tidak ada kenaikan tren pencarian terhadap pangan, energi, tranportasi (kecuali ojek online), dan hal-hal lain yang berkaitan dengan produksi yang terhubung dengan kenaikan harga BBM.
Namun terjadi kenaikan trend pencarian BBM di Google Trend, baik berkaitan dengan Pertalite, Pertamax, maupun Solar. Begitu juga pencarian topik seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bansos, dan bantuan lain yang berkaitan dengan kenaikan harga BBM.