Pembangkit Turbin Mikro-Kogenerasi Lebih Ramah Lingkungan

Pembangkit listrik menggunakan turbin mikro dipadukan sistem kogenerasi mampu meningkatkan efisiensi. Lebih dari itu juga mereduksi gas karbon 1 ton per kilowatt per tahun.

Saat ini, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan prototype pembangkin listrik mikroturbin kogenerasi 65 kilowatt (kW) di hotel Borobudur, Jakarta. Sistem kogenerasi pada mikroturbin 65 kW ini dapat menggunakan panas sisa pembakaran untu memanaskan air dan pengeringan, bahkan membangkitkan listrik. “Turbin mikro memiliki efisiensi tinggi, antara lain karena menggunakan bantalan udara pada porosnya,” kata Kepala Balai Besar Teknologi Energi BPPT Soni S Wirawan di Jakarta, Rabu (4/12) sesuai petikan dari Kompas.

Pembangkit listrik tenaga mikroturbin berkapasitas 30 kW dipasang di pabrik baterai di Cilengsi, Jawa Barat, dan Perusahaan Gas Nasional di Talang Duku, Sumatera Selatan. Kogenerasi diketahui lebih menghemat energi 40 persen dibandingkan menggunakan pembangkit listrik dan ketel uap (boiler) secara konvensional. Tingkat efisiensi pembangkit listrik tenaga mikroturbin kogenerasi 80 persen, sedangkan pembangkit listrik tenaga diesel 25 persen.

Seusai meninjau uji coba pembangkit mikroturbin di Jakarta, Kepala BPPT Marzan Azis Iskandar mengatakan, prototype itu perlu dilanjutkan untuk masuk tahap fabrikasi. Untuk itu diperlukan dukungan Bappenass dengan menerapkannya sebagai program prioritas pada rencana jangka menengah 2014-2019. “Selain itu, diperlukan insentif dan keringanan pajak bagi industry yang menerapkan dan mengembangkan hingga tahap produksi massal,” ujar Marzan.

Biaya Tinggi

Menurut, Verania Andria, Program Manager for Suistainable Energy Program Pembangunan PBB (UNDP), mengatakan, biaya pembangunan pembangkit mikroturbin kegenarasi mencapai 3.000 dollar AS per kilowatt. “Biaya ini tiga kali lipat pembangkit listrik tenaga diesel,” kata vera.

Karena itu, untuk mereduksi biaya tersebut diharapkan ada insentif berupa pengurangan pajak impor komponen pembangkit dan pembuatannya di dalam negeri. Saat ini, mikroturbin masih diimpor karena belum ada industry yang mampu membuatnya.

Selain itu, bahan bakarnya berupa gas metana yang pasokannya terbatas. Untuk itu akan dipikirkan perpaduan sistem kogen dengan pembangkit lainyang dapat dibuat di dalam negeri.

Pengembangan industry di Indonesia akan menggandeng industri nasional, seperti PT INTI. Sementara itu, terdapat sejumlah industry asing yang dapat memasok komponen, antara lain dari Amerika Serikat dan Italia. Albarsah

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author