Upaya antisipasi dampak perubahan iklim terhadap ketersediaan sumber daya air (SDA) memerlukan dukungan dan kerjasama pemerintah, organisasi lingkungan serta masyarakat luas. Semua pihak harus berkomitmen melakukan berbagai aksi nyata dalam usaha pelestarian alam dan lingkungan.
Sebagai perusahaan yang mendayagunakan air, AQUA Grup terus berupaya dalam pelestarian terhadap SDA. Untuk memastikan kualitas, kuantitas dan keberlanjutannya, AQUA Grup menjalankan Kebijakan Perlindungan Air Bawah Tanah (Groundwater Resources Protection Policy) dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS).
Kunci terpenting dalam pengelolaan SDA, menurut Ahli Pengelolaan SDA Terpadu AQUA Grup, Wahyu Triraharja adalah pengetahuan mengenai karakteristik dan sistem SDA itu sendiri. Misalnya dari mana air tersebut berasal, seberapa jumlahnya, siapa saja penggunanya, dan lain sebagainya.
“Pengetahuan yang cukup akan mempermudah kita dalam pengelolaan agar sumber daya air tetap lestari” ujar Wahyu dalam Diskusi Media bertajuk “Pelestarian Sumber Daya Air Dalam Mengatasi Ancaman Perubahan Iklim” di Jakarta, Rabu (11/6/2014).
Diskusi ini diselenggarakan AQUA Grup dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup 2014 (World Environtment Day/ WED) yang bertemakan “Raise Your Voice at Sea Level”. Dengan tema ini diharapkan semua orang harus mengambil peran dalam penyelamatan lingkungan hidup di sekitarnya.
Dalam diskusi itu, Pakar Lingkungan dan Ecosystem Services Specialist, World Agroforestry Centre, Beria Leimona mengatakan, analisis data historis memperlihatkan bahwa pola dan kuantitas curah hujan yang tidak teratur merupakan konsekuensi dari perubahan iklim global.
Walaupun demikian, hubungan sebab-akibat antara pola hujan dengan perubahan iklim global belum dapat diprediksi secara tepat. “Hal itu disebabkan terbatasnya alat dan teknologi pemodelan untuk mendeteksi perubahan pola hujan dan iklim global,” ungkapnya.
Pengetahuan mengenai kelestarian lingkungan menurut Leimona merupakan kombinasi dari berbagai komponen yaitu opini publik, kearifan lokal dan kajian ilmiah. Kearifan lokal berasal dari sejarah dan pengalaman panjang untuk kelangsungan hidup. Sementara, opini publik secara umum hanya berdasarkan persepsi.
“Kombinasi tidak seimbang dari ketiga aspek tersebut sering kali menghasilkan kebijakan yang tidak akurat dalam pelestarian lingkungan,” ungkapnya. Leimona mencontohkan persepsi bahwa permasalahan DAS dapat diselesaikan dengan penanaman pohon, tanpa mengkaji akar permasalahan.
Untuk itu, pengambil keputusan perlu mempertimbangkan akar permasalahan di berbagai skala (mikro, meso dan makro) serta memperhatikan persepsi, opini dan pengetahuan masyarakat.
Sayangnya, pengambilan data dan analisis sering kali diabaikan karena dianggap terlalu rumit, kontekstual dan kurang representatif. Akibatnya, solusi yang ditawarkan tidak sesuai dengan kondisi lapang dan berakhir tidak efektif.
“Klarifikasi berbagai informasi tersebut sangat penting dalam mengarahkan kebijakan dan menstrukturkan institusi lingkungan, serta dalam menghasilkan skema inovatif dalam pengelolaan lingkungan,” pungkasnya. SB