Menko Kesra: Kebakaran Hutan Berulang Karena Lemahnya Penegakan Hukum

JAKARTA  — Musibah kebakaran hutan dan lahan di Riau, terus saja berulang. Tak ada hentinya. Setiap tahun, musibah ini selalu terjadi. Lemahnya penegakkan hukum dianggap sebagai salah satu penyebabnya.

“Upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan belum maksimal sehingga pembakaran terus saja terjadi di Riau,” keluh Menko Kesra, Agung Laksono, usai Rakor Kesra Tentang Penanggulangan Bencana Kabut Asap, di Kemenko Kesra, Kamis (27/2).

Menurutnya, mengantisipasi hal itu harus disertai langkah represif melalui penegakan hukum. Terlebih 95 persen kebakaran hutan akibat ulah manusia, bukan karena faktor alam. Karenanya, pelakunya jangan hanya ditangkap, tapi harus diadili dan dihukum seberat-beratnya.

Karena musibah ini juga berimbas pada kesehatan warga sekitar, kebakaran hutan di Riau akan ditanggulangi dengan cara peledakan bom air menggunakan pesawat udara. “Water bombing ini sedang disewa alatnya. Menurut ramalan cuaca, bulan Maret ini agak turun hujan, tapi April agak mengering kembali. Nah ini yang bahaya,” papar politisi Partai Golkar ini.

Dalam melakukan water bom ini memerlukan helikopter besar yang mampu mengangkut sekitar 5-7 tujuh ton air. Karenanya, pemerintah akan menyewa helikopter jika tidak ada yang sesuai dengan kebutuhan.

“Saat ini, ada pemikiran untuk membeli pesawat khusus water bom karena peristiwa kebakaran ini sering kali terjadi,” ujarnya.

Brigjen Polisi Drs. Gatot Subiyaktoro, Direktur Tindakan Pidana Tertentu Bareskrim Polri, juga mengeluhkan ringannya hukuman bagi pelaku pembakaran hutan dan lahan. Tak heran, jika kejadian kebakaran hutan di Riau terus berulang.

“Tolong sampaikan ke hakim, putusan hukum jangan ringan karena tidak akan memberikan efek jera. Selama ini vonis hukuman ada yang 6 bulan, ada juga 8 tahun,” katanya.

Dikatakan, larangan membakar hutan dan lahan jelas-jelas diatur UU Lingkungan Hidup. Dalam pasal 69 ayat 2 UU itu menyebutkan perusahaan tidak boleh membuka lahan dengan cara membakar, masyarakat juga.

“Boleh membakar, tapi maksimal hanya 2 hektar. Itu pun untuk varietas lokal yang ditujukan bagi kepentingan masyarakat. Sementara pembakaran lahan dengan ukuran kecil, kita berikan edukasi. Saat ini lebih fokus pada korporasi,” ujarnya.

Ia menambahkan, sebagian besar pelaku pembakaran hutan dan lahan, adalah korporasi. Karenanya, perlu hukuman yang lebih tegas agar musibah ini tidak terus berulang.

Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut berdasarkan pantauan satelit NOAA18 titik api terpantau di Aceh 17, Kaltim 12, Kalbar 10, Sumut dan Kaltara 4.

Keringnya musim penghujan di wilayah Sumatera dan Kalimantan menyebabkan bencana asap akibat pembakaran lahan dan hutan. Namun, berdasarkan analisis, asap yang ada di wilayah Malaysia dan Singapura bukan berasal dari Indonesia karena arah angin dominan dari utara hingga timur laut ke arah selatan dan barat daya.

“Dari pantauan satelit di wilayah Malaysia terpantau beberapa titik api,” jelas Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, dalam kesempatan yang sama.

BMKG juga melaporkan sekitar 70 persen wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau pada April, Mei dan Juni 2014. “Diperkirakan kemarau lebih kering daripada 2013. Umumnya puncak pembakaran lahan dan hutan di Sumatera pada Juli-Oktober dan di Kalimantan pada Agustus-Oktober,” katanya. (tety)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author