Jakarta : Saat menjejakkan kaki di KM Tanjung Perak, sekilas tidak tampak hal berbeda dengan kapal-kapal berukuran sedang lainnya. Kapal jenis katamaran bahan fiberglass ini, bertenaga mesin 300 pk sebanyak dua buah di kiri dan kanan kaki katamarannya. Namun, di dalam tidak sekedar ruang kapal biasa, melainkan sudah diubah menjadi laboratorium khusus laut.
Rancang bangun dan konstruksi kapal ini dikerjakan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, serta perusahaan nasional PT Maruline Maju Utama di Pantai Kenjeran Surabaya. ”Ini kapal survei pertama di Indonesia untuk perairan dangkal, dan satu-satunya buatan dalam negeri,” ujar Kepala Bakosurtanal Ir RW Matindas, M.Sc saat peluncuran KM Tanjung Perak di dermaga Marina Ancol, Jakarta, Kamis (25/3). Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata dan pejabat tinggi lainnya tampak hadir.
Pembiayaan pembangunan KM Tanjung Perak ini sekitar Rp 4 miliar, dan Rp 1,5 miliar untuk perlengkapan peralatan survei bawah laut. ”Total keseluruhannya bersumber dari APBN,” ujar Matindas.
KM Tanjung Perak memiliki bobot maksimal 70 ton, dan menampung hingga 20 orang. Ada ruang laboratorium di KM Tanjung Perak, yaitu Wet Laboratorium dan Dry Laboratorium. Ruang lainnya, khusus navigasi yang dilengkapi peralatan GPS,radio komunikasi, radar dan peta, serta kabin kru.
Wet Laboratorium dilengkapi peralatan selam dan sejumlah wadah untuk menampung sejumlah sample dari laut untuk diteliti. Sementara, di dalam Dry Laboratorium nampak beberapa peralatan survey hidrografi.
Ir Agus Santoso, M.Sc, Kepala Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan Bakosurtanal mengatakan peralatan hidrografi difungsikan untuk pengukuran batrimetri, posisi bawah laut, arus laut, salinitas, termasuk endapan dasar laut.
Batrimetri atau pengukuran kedalaman laut dilengkapi alat echosounder multibeam dan singlebeam. Multibeam memantau kedalaman dangkal (60-80 meter) , namun mampu mengukur sekitar 420 titik bawah laut dengan radius sekitar 100 meter persegi. Sedangkan singlebeam akan difungsikan saat kapal mencapai kedalaman lebih 100 meter, dan hanya mencapai 1 titik bawah laut.
”Kami fokuskan perairan sekitar pantai dengan jangkauan area hingga 35 km persegi, sesuai dengan prioritas Bakosurtanal untuk membuat peta skala 1: 50.000,” ujar Agus.