Perlunya Deteksi Dini Tanah Longsor di Jalur Kereta Api

Anjloknya kereta api (KA) Malabar jurusan Bandung-Malang pada Jumat (4/4) mengakibatkan empat orang meninggal dunia. Kecelakaan terjadi akibat timbunan tanah longsor di KM 244+0/1 di Desa Mekarsari, Kec. Kadipaten, Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat.

Kejadian tanah longsor di lintasan rel kereta mengingatkan pentingnya peningkatan kemampuan dalam instrumentasi kebencanaan. Gejala fisis penyebab bencana tanah longsor sebenarnya dapat diketahui secara dini untuk antisipasi pencegahan dan penanganan.

Menurut Kepala Pusat Penelitian (Puslit) Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr. Bambang Widiyatmoko, tanah longsor di jalur KA umumnya terjadi pada daerah lereng timbunan yang dikonstruksi menggunakan material tanah vulkanik yang dipadatkan. Kejadian longsor tersebut sebenarnya bisa diantisipasi sejak dini melalui berbagai teknologi yang telah ada

“Korban akibat kecelakaan/bencana bisa diminimalisasi dan dicegah apabila dapat dipredikasi secara akurat dengan sistem monitoring yang berkelanjutan. Namun, peralatan untuk monitoring bencana umumnya masih impor dan mahal,” ujarnya dalam Konferensi Pers “Penanggulangan Longsor di Jalur Kereta Api” di Jakarta, Kamis (10/4).

Padahal, Puslit Fisika LIPI melalui bidang Instrumentasi Fisis dan Optoelektronika, telah mengembangkan sistem monitoring pergerakan tanah on-line dengan mengukur secara langsung gejala gejala fisis penyebab utama longsor.

Gejala-gejala umum dari tanah longsor yang dapat diukur adalah kadar air tanah, pergerakan rekahan, perubahan kemiringan dan hal-hal lain seperti strain tanah. “Data-data yang diperoleh dari pengukuran tersebut dapat diolah sehingga akhirnya dapat memprediksi longsor,” imbuhnya.

Dalam kesempatan tersebut, Peneliti Puslit Geoteknologi LIPI, Dr. Adrin Tohari, mengungkapkan faktor utama penyebab terjadinya kelongsoran lereng di jalur KA adalah sistem drainase yang tidak memadai. Sistem drainase air permukaan maupun bawah permukaan tanah bertujuan untuk mengurangi derajat kejenuhan tanah saat musim hujan.

Dengan tidak berfungsinya sistem drainase di sisi dan bawah jalan kereta api, aliran air hujan akan meningkatkan derajat kejenuhan tanah pada lereng di bawah tubuh baan jalan kereta. Hal itu menyebabkan kekuatan tanah berkurang sehingga tingkat kestabilan lereng menurun.

“Kejadian kelongsoran tubuh baan jalan kereta di Cilebut, Bogor dan Kadipaten, Tasikmalaya merupakan salah satu contoh kelongsoran yang disebabkan oleh sistem drainase yang kurang memadai,” jelasnya.

Untuk mengantisipasi ancaman tanah longsor di lintasan rel KA, lanjutnya, diperlukan pemetaan ulang daerah potensi tanah longsor/ ambles dengan menitik beratkan pada kekuatan lapisan tanah dan kondisi hidrologi lereng di sekitar jalur rel kereta api. Informasi ini sangat diperlukan untuk mengetahui upaya preventif yang efektif untuk mencegah terjadinya kelongsoran pada tubuh baan jalan kereta api.

“Selain itu, pemasangan sistem peringatan dini bahaya tanah longsor di jalur kereta api juga sangat penting,” pungkasnya. Sumber Humas LIPI

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author