Technology-Indonesia.com. Pemerintah memutuskan untuk menghentikan sementara (moratorium) proyek pembangunan infrastruktur elevated (layang) di seluruh Indonesia. Evaluasi cepat terhadap berbagai kasus kecelakaan konstruksi menunjukkan bahwa diperlukan pemutakhiran standar-standar terkait konstruksi dan memastikan penerapannya di lapangan.
“Saat ini, standar produk/barang sudah sangat banyak dikembangkan, namun standar layanan, personal, proses, dan sistem industri konstruksi masih belum kontekstual dengan perkembangan di sektor konstruksi, seperti lean construction, green construction, constructability, dan project development partners,” ujar Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Bambang Prasetya di Jakarta, Senin (26/2/18).
Program pembangunan infrastruktur nasional saat ini menjadi fokus utama, diantaranya ditujukan untuk membangun interkonektifitas fisik yang diharapkan akan berkontribusi pada meningkatnya efisiensi dan daya saing. Pembangunan infrasturktur meliputi pembangunan jalan (elevated, sebidang, underpass), jembatan, bendungan, rel kereta api, bandara, dan sebagainya.
Pembangunan infrastruktur juga ditujukan untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dibandingkan dengan negara lain. Serta mengurangi biaya logistik untuk mendukung kegiatan peputaran barang dan jasa dalam negeri dan ekspor. Biaya logistik mahal, menyebabkan harga barang-barang menjadi mahal yang berimbas pada melemahnya daya beli masyarakat. Tak ayal, proyek yang menelan ratusan triliunan rupiah ini, menjadi program prioritas pemerintah yang ditargetkan selesai sebelum berakhirnya periode pemerintahan sekarang di tahun 2019.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi sudah jelas mengamanatkan pemenuhan standar keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan. Standar yang dimaksud mencakup diantaranya standar mutu bahan, standar mutu peralatan, standar keselamatan dan kesehatan kerja, dan standar prosedur pelaksanaan jasa konstruksi. Artinya, pengerjaan proyek infrastruktur tidak boleh mengejar batas tenggat semata.
Karena menyangkut orang banyak, termasuk pekerja yang melaksanakan pekerjaan, faktor K3 tidak boleh diabaikan. Termasuk memastikan bahwa seluruh bahan yang digunakan dan rancang desain telah memenuhi persyaratan dalam standar.
Untuk itu, Kementerian dan Lembaga terkait perlu bersinergi untuk perangkat infrastruktur penjamin mutu yang bisa memastikan bahwa proyek dikerjakan dengan aman dan hasilnya pun aman. Standardisasi dan penilaian kesesuaian sebagai komponen utama dalam penjaminan mutu nasional dipandang penting sebagai garda terdepan dalam menjamin keselamatan pekerjaan konstruksi di Indonesia.
Bambang menyatakan BSN siap bersinergi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk melakukan kajian terhadap proyek infrastruktur pemerintah. “BSN dan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR sebagai pembina nasional sektor konstruksi akan mengadakan workshop yang menghadirkan para birokrat, praktisi, akademisi dan pelaku industri konstruksi untuk bersama-sama merumuskan langkah-langkah implementatif dalam tataran lapangan,” ujarnya.
Workshop bertemakan Standar Keselamatan Konstruksi akan digelar di Hotel Millenium pada Kamis (1/3/2018). Workshop ini akan menghadirkan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Syarif Burhanuddin; Direktur Penyelenggaraan Konstruksi, DJBK Kementerian PUPR, Sumito; pakar keselamatan konstruksi, Rosmariani Arifuddin; ahli standar keselamatan konstruksi /anggota Council KAN, Soekarto, pakar manajemen konstruksi, Manlian R Simanjuntak; serta pakar industri konstruksi, Panani Kesai.
“Saya berharap, workshop ini dapat menghasilkan rencana aksi implementatif untuk memutakhirkan kebijakan standardisasi barang, personal, proses, layanan, dan sistem industri konstruksi. Selain itu, workshop ini diharapkan memberikan solusi kelembagaan memperkuat penerapan standar-standar dimaksud,” ujar pungkasnya.
Artikel Terkait : BSN Akan Percepat Review Standar Konstruksi