Ulat Beracun Tidak Menyebabkan Kematian

alt
 
Jakarta, Technology-Indonesia.com – Beredarnya informasi di media sosial mengenai adanya sejenis ulat bulu yang mematikan mendapat tanggapan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Gigitan atau kontak langsung dengan binatang itu dikabarkan bisa menyebabkan kematian. LIPI melalui Pusat Penelitian Biologi menilai informasi tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan perlu mendapatkan penjelasan ilmiah.
 
Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI, Hari Sutrisno mengatakan semua makhluk hidup memiliki strategi untuk mempertahankan diri dari pemangsa (predator). Beberapa jenis ulat tidak bisa bergerak cepat dan tidak memiliki insting untuk berlindung.
 
“Pertahanan tubuh ulat salah satunya dengan bulu. Ada juga ulat yang memberi warning melalui warna tubuhnya agar predator tidak memangsanya,” kata Hari dalam Media Briefing “Ulat Beracun yang Menyebabkan Rasa Sakit pada Kulit Manusia” di Jakarta pada Jumat (15/12/2017).
 
Hari memaparkan ulat beracun secara sederhana adalah ulat yang minimal mempunyai satu atau lebih kelenjar racun dan mekanisme excresi serta alat untuk menginjeksi racun. Secara garis besar ulat beracun terbagi dalam dua kelompok, yaitu beracun aktif dan beracun pasif. 
 
Ulat beracun pasif mempunyai kelenjar dan saluran racun, tetapi tidak mempunyai alat untuk menyuntikan venom (kelenjar racun). Burung akan mati bila memakan ulat ini.
 
“Sedangkan kelompok yang beracun aktif, selain mempunyai kelenjar racun juga dilengkapi alat untuk memasukan racun ke tubuh lawan/binatang lain. Misalnya ulat Limacodidae,” jelas Hari.
 
Sifat racun pada ulat, lanjut Hari, hanya menyebabkan iritasi pada kulit. Ulat beracun tidak menyebabkan kematian manusia dalam keadaan normal. “Belum ada riset yang menyebutkan bahwa racun ulat bisa merusak syaraf,” lanjutnya.
 
Hari juga menjelaskan karakteristik beberapa macam bulu atau duri dari ulat yang mengandung racun penyebab rasa sakit. Pertama, bulu-bulu normal yang biasanya terdapat pada ulat Noctuidae dan Arctiidae
 
“Bulu-bulu yang halus mudah putus ujungnya dan akan masuk ke dalam kulit manusia bila terjadi kontak langsung dan bisa menyebabkan rasa sakit,” tutur Hari.
 
Bulu-bulu dengan struktur khusus pada ujungnya, biasanya terdapat pada ulat Lasiocampidae yang banyak ditemukan di daerah tropis.  Bulu-bulunya biasanya menempel lekat pada tubuh larvae. Bulunya agak tebal berbeda dalam ukuran panjangnya dan pangkal yang tumpul dan menebal. Ujung yang tajam menunjukan struktur menyerupai mata gergaji yang menyebabkan rasa sakit luar biasa bila mengenai kulit manusia. 
 
Bulu dengan dasar lancip biasanya ada pada tubuh ulat Lymantriidae yang pernah menyerang daerah Jawa Timur (Probolinggo). Ulat dalam kelompok ini ada lebih dari 300 species. Bulu pada ulat Lymantriidae lebat dan panjang dan bisa menyebabkan iritasi pada kulit.
 
Sementaraa duri beracun biasanya terdapat pada ulat Limacodidae. Duri ini biasanya mempunyai ukuran panjang dan lebar yang lebih luas dibanding bulu-bulu yang terdapat pada ketiga tipe sebelumnya. Ujung duri ini biasanya sangat lancip dan tajam. 
 
“Duri racun ini bekerja menyerupai jarum suntik. Ulat jenis ini akan menyuntikan durinya yang berbisa ke dalam organisme yang menyentuhnya atau menggangunya dengan cara kontak langsung,” paparnya.
 
Untuk menghindari kontak dengan ulat beracun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Hari mengingatkan agar jangan sekali-kali meletakan baju, handuk, sarung dan lain sebagainya pada cabang dan ranting pohon. jika terpaksa, pastikan baju, handuk, sarung tersebut terbebas dari ulat dengan cara dikibaskan kuat-kuat untuk mengeluarkan ulat atau serangga berbahaya lainnya.
 
Langkah lainnya, usahakan tidak bertelanjang dada ketika berada di bawah rerimbunan pohon atau semak. Selalu gunakan pakaian lengan panjang dan topi lebar ketika bekerja menerobos semak-semak, atau palem-paleman, karena daerah yang sering terkena adalah lengan dan bagian leher. 
 
Bila sudah tergigit atau kontak langsung dengan ulat beracun, Hari menyarankan agar segera lakukan penanganan awal. Caranya dengan cara mengompres dengan larutan alkaline, ammonia cair dan bicarbonate soda, serta cream mengandung antihistaminic
 
“Pada keadaan yang sangat serius penggunaan secara oral dengan antihistamine, 10% calsium gluconate diberikan secara intravena juga sangat membantu. Sebaiknya segera hubungi dokter,” pungkasnya.
Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author