UNESCO Akui KAA sebagai Memory of The World

Konferensi Asia Afrika (KAA) mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai salah satu Memory of the World (MoW) pada  8 Oktober 2015. MoW merupakan ingatan manusia akan peradaban kuno dan modern yang merefleksikan keragaman bahasa dan budaya dunia.

Untuk mengupas betapa bernilainya arsip KAA sebagai ingatan dunia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan menyelenggarakan Seminar Internasional “Bandung Conference: Memory of The World and Emerging Forces” pada Selasa, 27 Oktober 2015. Konferensi ini bertujuan menggugah ingatan kolektif dunia terhadap peranan KAA dalam mewujudkan perdamaian melalui MoW.

Indonesia merupakan salah satu pemrakarsa utama penyelenggaraan KAA yang diikuti oleh 29 negara Asia dan Afrika. KAA menjadi tonggak penting gerakan non blok yang berhasil melahirkan Dasa Sila Bandung yang menunjukan semangat negara Asia Afrika dalam menjaga perdamaian dan kerjasama dunia.

“KTT Asia Afrika menjadi bukti bahwa Indonesia berperan dalam membangun solidaritas di benua Asia dan Afrika,” kata Kepala LIPI, Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain dalam siaran persnya.

Sebelumnya, LIPI bersama dengan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) mengajukan KAA 1955 masuk dalam daftar MoW. Akhirnya, melalui siaran persnya UNESCO mengakui KAA 1955 sebagai salah satu ingatan dunia. “Sebuah perjuangan yang tak ternilai menjadikan KAA 1955 sebagai warisan dokumenter yang dapat diakses oleh masyarakat dunia,” terang Iskandar.

Menurut Iskandar terdapat lima makna penting yang tertuang dalam KAA yaitu perdamaian dunia, kemerdekaan, kebebasan, kesejahteraan umat manusia, dan internasionalisme. “Nilai mulia dan semangat juang yang tercipta dari KAA penting dipahami oleh generasi muda agar menjadi pembelajaran melalui warisan dokumenter. Warisan inilah yang dapat mengangkat derajat dan jati diri bangsa,” jelasnya.

Kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) LIPI, Ir. Sri Hartinah, M.Si mengatakan, warisan dokumenter di Indonesia pada umumnya tersimpan di perpustakaan dan pusat arsip. Namun,  kondisinya relatif kurang baik dan tidak terawat. Dokumen tersebut biasanya direkam/disimpan pada media yang secara fisik dan kimiawi tidak stabil. Karena itu, sangat diperlukan metode penyimpanan yang baik melalui MoW ini.

MoW bertujuan melestarikan arsip bagi kemanusiaan dan sejarah. Sejak disahkan oleh sidang pleno UNESCO tahun 1995, MoW menyediakan ruang penyimpanan dan pemeliharaan yang baik sekaligus menjamin akses publik untuk membaca arsip tersebut. “Saatnya kita menyelamatkan dokumen sejarah bangsa agar dapat diakses dan diketahui oleh masyarakat dunia,” jelas Sri Hartinah.

Penyelenggaraan seminar ini, lanjut Iskandar sebagai salah satu upaya mengkomunikasikan nilai-nilai penting yang telah dirumuskan saat pertemuan KAA 2015, sekaligus sebagai kilasan balik semangat KAA sebagai MoW. “Saya berharap seminar internasional ini dapat membuat masyarakat Indonesia lebih peduli untuk menjaga warisan dokumenter sebagai identitas bangsa,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author