Jakarta, Technology-Indonesia.com – Untuk memperkuat kolaborasi riset dan inovasi, antara perguruan tinggi Indonesia dan Australia, Sekretaris Kementerian Riset dan Teknologi/ Sekretaris Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) Mego Pinandito menandatangani Memorandum Persetujuan (MoA) dengan Wakil Rektor Monash University Abid Khan, terkait kolaborasi riset dan dan administrasi dibawah Australia-Indonesia Centre (AIC) pada kamis (01/04/2021).
Kerjasama Riset dan Inovasi Indonesia Australia, yang di koordinir oleh Kemenristek BRIN di tingkat pemerintah bahkan sudah di mulai sejak 2005, saat kedua negara sepakat meningkatkan kolaborasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya, pada dua tahun terakhir difokuskan menjadi kerjasama riset dan inovasi. Pembentukan Komite Iptek atau Riset dan Inovasi Indonesia Australia telah lama dilakukan dan kedua Komite Iptek (Riset dan Inovasi) rutin bertemu per 2-3 tahun sekali sebelum Covid 19 Pandemi.
Mego Pinandito dalam acara penandatanganan kesepakatan kerjasama Indonesia Australia mendorong kolaborasi antar negara untuk bersatu, bersinergi, dan berkolaborasi dalam pelaksanan riset, khususnya pada masa pandemi seperti sekarang ini. Ia juga mengungkapkan apresiasi atas terjalinnya kolaborasi riset dan inovasi antara Indonesia dengan Australia.
“Saya mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi atas kesabaran dan kerja keras kedua pihak, hingga akhirnya penandatanganan Memorandum Persetujuan kolaborasi antara Indonesia dan Australia dapat terealisasi,” jelasnya.
Ia juga mendengar bahwa tim kolaborasi Indonesia dan Australia telah bekerja sangat cerdas selama dua tahun untuk menyelesaikan perjanjian ini. Menurutnya, di era pandemi seperti saat ini, hendaknya semua negara di dunia saling berpelukan dan berkolaborasi, daripada bersaing satu sama lain.
Pada kesempatan itu, Sesmenristek Mego juga menjelaskan sembilan bidang prioritas riset dan inovasi nasional (PRIN), yang sebagian bidang PRIN akan menjadi fokus kerjasama antara Indonesia dan Australia. Kesembilan PRIN tersebut adalah pangan dan pertanian; energi baru dan terbarukan; transportasi; kesehatan dan obat-obatan; teknologi pertahanan; teknik rekayasa (termasuk teknologi informasi dan komunikasi), kelautan dan perikanan; sosial, humaniora; serta ilmu multidisiplin.
Mego Pinandito mengimbau agar implementasi program-program Australia Indonesia Center (AIC) dimasa akan datang juga dapat melibatkan peneliti-peneliti Indonesia dari Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) di bawah koordinasi Kemenristek/BRIN, dan Pemerintah Daerah di Indonesia, sehingga implementasinya akan berdampak luas.
Perjanjian tersebut menetapkan Kemenristek/BRIN sebagai koordinator riset dan inovasi, mewakili Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Airlangga (UNAIR), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Hasanuddin (UNHAS), Universitas Indonesia (UI) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) University. Kemudian Monash University, mewakili empat universitas yang tergabung dalam AIC yaitu, University of Queensland, University of Melbourne dan University of Western Australia.
Ketua Dewan AIC, Harold Mitchell menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan semua pihak yang telah membantu penyiapan kerja sama dan penyelesaian dokumen kerja sama ini, terutama pada masa yang sulit selama pandemi.
“Ini adalah bentuk kerja sama yang sangat bagus yang melibatkan banyak pihak dari kedua Negara Australia – Indonesia. Ada 7 perguruan tinggi di Indonesia dan 4 dari Australia yang tergabung dalam pelaksanaan kerja sama ini,” ujar Harold.
Dokumen kerja sama ini, lanjutnya, merupakan basis pondasi untuk pelaksanaan kolaborasi riset dan inovasi. Diantara fokus yang akan menjadi prioritas adalah bidang-bidang mendukung pengembangan komoditi di kedua Negara; transportasi, logistik dan rantai suplai (supply-chain); peningkatan kapasitas generasi muda dari ke dua Negara, kesehatan dan kesejahteraan, serta pembangunan berkelanjutan.
Duta Besar Australia untuk Indonesia, Y.M. Gary Quinlan yang menyempatkan hadir dan menyaksikan penandatanganan kerja sama ini menyampaikan rasa antusiasnya. “Selama masa tugas saya di Indonesia, salah satu hal yang membuat saya bahagia adalah melihat peningkatan kerjasama (kolaborasi) yang dilakukan antar universitas di Australia dan di Indonesia,” terang Gary.
Lebih lanjut Duta Besar Australia menyampaikan bahwa kolaborasi riset dan inovasi, merupakan masa depan dunia dan untuk ini kita perlu melakukan kegiatan positif seperti ini lebih banyak lagi, terutama dengan melibatkan para peneliti muda sebagai agen perubahan.
Eugene Sebastian, Direktur Eksekutif AIC menyampaikan bahwa implementasi dari MoA (Memorandum of Arrangement) ini akan fokus kepada kolaborasi riset, sesuai dengan nama programnya yaitu Partnership for Australia Indonesia Research (PAIR). Lokasi kerjasama ada yang akan difokuskan di Provinsi Sulawesi Selatan untuk membantu masyarakat lokal dan program Kementerian Perhubungan untuk meningkatkan konektivitas antara kota Makassar dan Parepare.
“Tidak hanya membantu konektivitas, kami juga fokuskan program untuk anak muda, bagaimana kita bisa memperbaiki kesehatan, kesejahteraan, keahlian dan pengembangan usaha baru,“ jelasnya.
Kolaborasi dalam penelitian dan kebijakan administrasi tersebut dapat mencakup kegiatan analisis prioritas riset nasional di kedua negara; konsultasi yang kuat dengan pemangku kepentingan untuk menyempurnakan kolaborasi riset; pengajuan proposal bersama untuk pendanaan lembaga eksternal; penyelenggaraan konferensi dan seminar bersama; pertukaran akademisi; pertukaran karya ilmiah dan informasi; serta publikasi bersama.