Dalam sejarah bangsa Indonesia, pernah muncul dikotomi antara kelompok teknolog dan kelompok ekonom. Seyogyanya, hal ini tidak terjadi lagi di tengah upaya kita mengubah atau mentransformasikan bangsa dan ekonomi dari natural resources based economy (ekonomi berbasis sumberdaya alam) menjadi knowledge based economy (ekonomi berbasis ilmu pengetahuan).
Hal itu disampaikan oleh Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia Boediono saat menghadiri Puncak Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-19 di Auditorium Gedung BPPT II, Jakarta, Senin 11 Agustus 2014. Tahun ini Hakteknas mengambil tema, “Inovasi Pangan, Energi, dan Air untuk Daya Saing Bangsa.”
“Transformasi tersebut memerlukan waktu panjang dan tidak bisa dilakukan oleh satu kabinet dan dilakukan antar menteri di satu kabinet. Masih banyak yang perlu dikerjakan dengan menyatukan kerja keras dan kerja cerdas,” lanjut Boediono.
Menurutnya, proses panjang tersebut merupakan transformasi paradigma. “Tranformasi dari semula yang mengandalkan sumberdaya alam (SDA) menjadi sumber daya manusia(SDM). Dari fokus yang semata-mata mengejar pertumbuhan produksi jadi mengejar pertumbuhan produktivitas,” kata Wapres Boediono.
Dari segi pandangan ekonom, ada tiga tahap proses transformasi yang perlu dilihat secara lebih mendalam dan dijadikan sebagai langkah kebijakan yang konsisten. Pertama, adanya pengetahuan ilmiah yang merupakan hasil dari riset. Kedua, pengetahuan ilmiah dikembangkan menjadi teknologi yang bisa diterapkan. Dan, ketiga adalah pengetahuan ilmiah menjadi inovasi yang di dalamnya ada proses ekonomi sosial.
“Dilihat dari kacamata ekonom, sebuah inovasi adalah sesuatu teknologi yang sudah diterapkan dalam praktek sehari-hari di dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Transformasi dari pengetahuan ilmiah ke inovasi itu tidak hanya memerlukan proses riset, tapi perlu proses ekonomi sosial. Jadi, kuncinya adalah membawa hasil-hasil riset ke dalam kehidupan ekonomi sehari-hari.” jelas Boediono.
Proses transformasi dari ekonomi berbasis SDA menjadi ekonomi berbasis ilmu pengetahuan, juga menggeser paradigma dari yang mengandalkan SDA ke pembangunan pengetahuan manusia modern dan kreatif. Hal itu menyangkut banyak aspek, termasuk pendidikan.
“Karena itu, reformasi dunia pendidikan di Indonesia mutlak dilaksanakan. Kita bukan hanya membutuhkan SDM yang memiliki keterampilan dan kemampuan, tapi juga memiliki karakter yang baik,” tutup Boediono.
Dalam kesempatan yang sama, Menristek melaporkan capaian-capaian riset Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi terutama terkait inovasi di bidang pangan, energi, dan air.
Menristek juga menyerahkan buku “19 Karya Unggulan Teknologi Anak Bangsa” dan dokumen hasil Musrennas Iptek kepada Wapres. Menristek juga menyaksikan penandatangan berbagai nota kesepahaman (MoU) di bidang Pangan, Energi, dan Air.
Di bidang Pangan, dilaksanakan Penandatanganan MoU untuk membentuk konsorsium Agro Nanoteknologi oleh Balitbang Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), PT Alamanda Sejati Utama, PT SMART Tbk., PT Polowijo Gosari, dan Masyarakat Nano Indonesia.
Penandatanganan MoU bidang Energi berupa pengujian purwarupa kendaraan bus listrik antara Kementerian Riset dan Teknologi dengan Universitas Indonesia (UI), serta MoU pengujian purwarupa kendaraan listrik antara Kemenristek dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.
Di bidang air, dilaksanakan penandatanganan MoU pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca untuk penanggulangan bencana asap kebakaran lahan dan hutan di 9 provinsi pulau Sumatera dan Kalimantan tahun 2014. Kerjasama ini dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Kerjasama lainnya adalah Jasa Teknologi Modifikasi Cuaca di Danau Toba antara BPPT dengan PT Indonesia Asahan Aluminium. Serta, MoU Jasa Teknologi Modifikasi Cuaca di Danau PLTA Singkarak dan Waduk PLTA kota Panjang oleh BPPT dengan PT PLN pembangkit Sumatera Bagian Utara. Sumber humas Ristek dan BPPT