TechnologyIndonesia.id – China sebagai negara dengan perkembangan industri yang pesat cukup berhasil mengatasi polusi udara.
Meskipun sekarang tingkat pencemaran masih tinggi dan belum mencapai target yang diharapkan, akan tetapi progres penanganan polusi udara di China sudah lebih baik.
Pada 2013, Beijing merupakan kota dengan kualitas udara terburuk di dunia karena emisi dari aktivitas PLTU batubara dan transportasi. Kemudian, China berkomitmen untuk menurunkan polusi udara dalam periode yang sangat singkat, dengan menggelontorkan dana lebih dari 100 miliar dollar AS.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lukman Hakim menyampaikan hal tersebut saat memaparkan materi Pembelajaran Pengendalian Pencemaran Udara di Negara Lain dalam webinar Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN, Senin (29/4/2024).
Keadaan di China sebelum reformasi ekonomi pada 1979 sangat memprihatinkan. Reformasi menyebabkan ledakan ekonomi dan urbanisasi yang cepat, menimbulkan efek terjadinya peningkatan polusi udara.
Untuk menanggulanginya, China berupaya mengurangi emisi dengan membuat undang-undang penanggulangan polusi udara, membuat standar, dan langkah-langkah kebijakan dalam lingkup perubahan ekonomi, tetapi pengendalian itu tidak efektif.
Saat itu polusi udara merupakan masalah yang tidak penting di China. Prioritas utama adalah pembangunan ekonomi, khususnya pembangunan industri untuk memenuhi industrialisasi yang pesat. Secara umum, kondisi kehidupan masyakarat sangat buruk dan hanya mementingkan kebutuhan hidup dasar (makanan dan pakaian).
Perkembangan industri, penyalahgunaan sumber daya alam, dan kondisi politik di China menyebabkan keterlambatan dalam memahami masalah polusi udara.
“Beberapa perubahan besar dalam kebijakan pengendalian sejak tahun 2000 yaitu menerapkan standar emisi yang lebih ketat untuk boiler berbahan bakar batu bara pada pembangkit listrik, kendaraan bermotor, serta penerapan National Air Quality Standards (NAAQS),” ujar Lukman.
“Pengendalian emisi berbasis massa menggantikan pengendalian berbasis konsentrasi, kemauan politik yang kuat untuk mencegah polusi, meningkatkan partisipasi publik dan peran masyarakat sipil dalam memerangi polusi udara, perubahan sistem energi dengan peralihan dari batu bara ke gas, serta sentralisasi dan desentralisasi peraturan polusi udara,” imbuhnya.
Lukman menambahkan, pemerintah China melakukan berbagai upaya untuk mengurangi polusi udara yang selama bertahun-tahun melanda berbagai kota di negara itu. Pemindahan pabrik jauh dari kota besar, penggunaan kendaraan listrik, dan larangan penggunaan batubara dekat kota menjadi bagian dari upaya tersebut.
Berbagai hal yang dapat Indonesia ambil hikmahnya adalah pencegahan pencemaran udara lebih penting dari pengendalian. Komitmen pengambil kebijakan adalah kunci penanggulangan pencemaran udara.
Upaya yang dapat dilakukan melalui penggunaan energi yang lebih bersih, peraturan, dan pengawasan pelaksanaannya, dukungan anggaran yang memadai, serta meningkatkan partisipasi publik.
Sudah banyak negara yang telah melakukan upaya penanggulangan pencemaran udara, India adalah salah satunya. Meskipun belum optimal, India sudah berkomitmen dalam penanggulangan pencemaran udara.
Saat ini, India telah melakukan penguatan standar emisi kendaraan dan industri, serta mempercepat transisi energi. Pada 2020, India telah menggelontorkan dana sekitar 1,7 miliar dolar untuk memerangi polusi udara di 42 kota dengan populasi lebih dari satu juta jiwa.
Berikutnya adalah Eropa, 98% penduduk di sejumlah negara Eropa tinggal di wilayah dengan ambang baku mutu udara yang melampaui batas. Inggris dan Italia, adalah negara di Eropa yang telah menerapkan zona emisi rendah, skema pengurangan beban lalu lintas.
Pengetatan penggunaan kendaraan di jalan, dan mengarahkan penggunaan kendaraan umum. Sedangkan Polandia menawarkan stimulus untuk modernisasi pemanas ruangan, dan tidak lagi menggunakan pemanas dari batubara. (Sumber brin.go.id)
Belajar Turunkan Polusi Udara dari Negeri China
