Satelit Altimetri Bisa Pantau Kenaikan Muka Air Laut

Tuntutan pemantauan kenaikan tinggi muka air laut di Indonesia sangat penting.  Untuk mengetahui secara lebih cermat hal tersebut  Indonesia membutuhkan kehadiran satelit altimetri.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Informasi Geospasial, Asep Karsidi saat menghadiri Workshop yang diselenggarakan bersama BIG dengan Projek Riset Reconstruction of Sea Level Change in South Asia Using Satellite Altimetry and Tide Gauge Data (RESELECASEA).

Project RESELECASEA ini telah berhasil merekonstruksi perubahan permukaan laut bukan hanya dalam liputan global tetapi istimewanya untuk kawasan perairan laut di Asia Tenggara.  Proses rekonstruksi ini adalah yang pertama kali dilakukan khusus untuk perairan laut di Asia Tenggara.

Rekonstruksi ini dapat menunjukkan gambaran perubahan masa lalu mundur hingga ke tahun 1900 dan sedang diupayakan model untuk memproyeksi bagaimana perubahan permukaan laut di masa depan.  Kemampuan merekonstruksi perubahaan permukaan laut pada masa lalu sangat penting untuk meningkatkan pemahaman  akan situasi permukaan pada masa lalu dan menjadi dasar untuk melakukan proyeksi di masa depan.

Asep Karsidi  berharap Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bisa mengembangkan satelit tersebut. Sebab kenaikan muka air laut membawa sejumlah implikasi seperti tenggelamnya wilayah daratan, ketahanan pangan karena terganggunya iklim dan banjir.

Deputi Bidang Kedirgantaraan Lapan Ing Soewarto menyatakan Indonesia berpotensi memiliki satelit altimetri. Lapan menurutnya sudah menguasai pembuatan satelit, hanya perlu melengkapi muatannya untuk monitoring altimetri.

“Lapan sejauh ini sudah menghasilkan satelit A1 untuk penerapan teknologi,Lapan A2 atau Lapan Orari, Lapan A3 atau Lapan IPB-Sat untuk ketahanan pangan dan penelitian daerah pesisir,” ucapnya.

Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar BIG Poentodewo mengungkapkan dengan mengetahui data tentang laut, muncul sudut pandang dalam proses pembangunan yang bertitik pangkal pada laut tidak hanya daratan.

Ia mencontohkan fenomena banjir Jakarta bukan hanya masalah yang terjadi di belakang laut. “Perlu diingatkan bahwa pembangunan di sepanjang pesisir, bagaimana kebijakan pembangunan kawasan pantai semuanya terkait dengan penataan kawasan pesisir. Selama ini kita miskin data untuk itu. Oleh karena itu penelitian maritim ini penting,” jelasnya

Sementara itu dengan  RESELECASEA yang  mendapat pendanaan riset kompetitif dari Asia Pacific Network for Global Change Research (APN) di Tokyo ini  bertujuan untuk merekontruksi peta kenaikan permukaan laut di Asia Tenggara dengan menggunakan data Satellit Altimeter dan data hasil pengamatan pasang surut dan  meningkatkan kemampuan para peneliti Indonesia  dalam pengolahan dan penggunaan data satelit altimeter.

Proyek RESELECASEA ini berlangsung dari 2011-2012, dengan Dr. Parluhutan Manurung dari BIG sebagai peneliti utama, mendapat dukungan dari Prof. Robert R Leben dari University of Colorado yang telah mengerjakan pengembangan satelit altimeter di NASA dan berbagai kegiatan pemantauan arus di sekitar Teluk Meksiko dan Dr. Stefano Vignudelli adalah editor buku Coastal Altimetry dari Italia dan Dr. Jonson Lumban Gaol dari Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author