ComboCane: Tongkat Navigasi Tuna Netra

Dalam menjalankan aktivitasnya, penyandang tuna netra membutuhkan alat bantu tongkat atau ditemani orang lain. Hal ini yang menggugah tiga mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) untuk menciptakan ComboCane, tongkat canggih bernavigasi GPS.

Tongkat elektronik ciptaan Muhammad Adib, M Diba Azmi Syarif, dan Yulianna Cahya Nuraini ini berhasil menyabet Juara III International Conference on Biomedical Engineering di Singapura, Desember 2013 lalu. Di ajang tersebut ComboCane harus beradu kecanggihan dengan karya inovasi mahasiswa dari Singapura, Jepang, Malaysia, Qatar, dan India

Dengan alat navigasi GPS, ComboCane bisa merekam rute yang ingin dilalui penggunanya. Pada proses perekaman rute, penyandang tuna netra harus ditemani oleh orang lain untuk membantu mengindentifikasi lokasi. Tiap titik lokasi tentu direkam dengan kode angka. Dalam tahap prototype, Combocane baru bisa merekam 5 rute lokasi.

Setelah rute terekam, pengguna Combocane tinggal mengucapkan kode angka menuju lokasi dan mengikuti suara petunjuk arah menggunakan headshet. “Dengan bantuan mikroprosesor, ComboCane akan merespon ucapan dan mengingat rute yang terekam. Seperti GPS dalam kendaraan, ComboCane akan mengarahkan pengguna untuk belok kiri atau belok kanan,” kata Muhammad Adib dalam Media Briefieng Tanoto Student Research Award 2014 di Jakarta (29/1).

Tak hanya itu, dengan teknologi Path Algorithm, ComboCane mampu mengarahkan pengguna untuk menempuh jalan pintas ke lokasi tertentu. Untuk keselamatan tuna netra, ComboCane dilengkapi lampu Fluorescent yang bisa menyala di saat gelap.

Menurut Adib, ComboCane sudah diujicoba oleh tuna netra di Yayasan Kesejahteraan Tuna Netra Islam (Yaketunis) Yogyakarta. Peraih beasiswa dari Tanoto Foundation ini mengklaim bahwa ComboCane lebih unggul dari tongkat sejenis. Tongkat bantu tuna netra yang beredar di pasaran tidak dilengkapi dengan fasilitas navigasi.

Sayangnya ongkos produksi ComboCane terbilang mahal. Dalam kalkulasinya, Combocane bisa dijual di pasaran antara Rp 1 – 1.5 juta. “Kalau ada perusahaan yang mau memproduksi secara massal, tentu harganya bisa lebih murah,” terang Mahasiswa Fakultas Teknik UGM semester enam ini.

Sebagai penyandang dana, Tanoto Foundation siap membantu Adib dan kawan-kawannya untuk menyempurnakan penemuannya. Sihol Aritonang, Ketua Pengurus Tanoto Foundation menambahkan, “Kami juga siap memfasilitasi jika ada kalangan bisnis yang tertarik untuk memproduksi Combocane.”

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author