Konsep Sato Umi Akan Diterapkan di Sabang

alt
 
Jakarta, Technology-Indonesia.com – Indonesia akan menerapkan konsep Sato Umi dari Jepang untuk mengelola sumber daya perikanan, pesisir, dan kelautan berkelanjutan. Konsep ini rencananya akan diterapkan di Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam yang akan menggelar Sail Sabang pada 28 November – 5 Desember 2017.
 
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia, Iptek dan Budaya Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman, Safri Burhanuddin mengatakan konsep Sato Umi untuk perikanan berkelanjutan didefinisikan sebagai produktivitas dan keanekaragaman hayati yang tinggi di pesisir laut dengan interaksi manusia. Menurutnya, konsep ini sangat tepat untuk diadopsi oleh Indonesia. 
 
“Penerapan konsep Sato Umi diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan tambak marjinal dan idle serta sumber daya kelautan di wilayah pesisir Indonesia guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan ekonomi lokal, regional dan nasional,” kata Safri dalam National Seminar On Science Technology For  Sabang Marine Tourism Development And The 4th International Workshop On Sato Umi, di Jakarta, Kamis (5/10/2017).
 
Safri memaparkan, pembangunan sektor maritim sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sayangnya berdasarkan laporan Bank Indonesia, kontribusi sektor maritim hanya menyumbang sekitar empat persen.  Padahal potensi sektor kemaritiman Indonesia sangat besar termasuk pariwisata bahari. 
 
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional dari sektor kelautan dan kemaritiman akan bertambah menjadi 15% dari PDB (Produk Domestik Bruto) pada 2025, 20% pada 2035, hingga 30% pada 2045. “Semua itu tidak bisa terealisasi tanpa dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset kelautan, serta usaha untuk fokus dan tekun,” ungkapnya.
 
Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati memaparkan konsep Sato Umi sebagai perkampungan wisata nelayan yang diinisiasi Prof Tetsuo Yanagi dari Jepang memiliki kemungkinan baik untuk diterapkan di Indonesia dalam mendorong pembangunan wisata bahari. 
 
“Konsep ini perlu kita letakkan menjadi bagian dari sebuah sistem pembangunan wilayah. Pengembangan konsep Sato Umi ini harus dikaitkan dengan pengembangan wilayah Sabang, Aceh dan Sumatera secara lebih luas lagi,” kata Dimyati.
 
Pengembangan wilayah ini, lanjutnya, harus didukung dengan berbagai regulasi di Sabang dan Aceh yang harus dilaksanakan dan didukung oleh seluruh sektor. Selain itu, dukungan iptek yang dihasilkan melalui berbagai riset dan pengembangan juga sangat dibutuhkan.
 
Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam BPPT, Wimpie Agoeng Noegroho mengatakan Sato Umi merupakan konsep untuk memberdayakan daerah pesisir dengan manfaatkan perikanan terpadu. Wimpie berharap melalui seminar dan workshop ini konsep Sato Umi bisa dimanfaatkan, diadopsi, dan dikembangkan di Sabang.
 
“Pemerintah Provinsi Aceh,  dalam hal ini Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) sudah mensupport kami.  Targetnya kita bisa mengembangkan daerah  wisata pesisir berbasis pada perikanan,” terang Wimpie. 
 
Seminar Pengembangan Wisata Bahasi Sabang dan Workshop ke-empat mengenai Sato Umi ini diselenggarakan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan (BPPT) bekerjasama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Environmental Management of Enclosed Coastal Seas (EMECS), dan The North Pacific Marine Science Organization (PICES), Ministry of Agriculture, Forestry dan Fisheries of Japan (MAFF), dan Fisheries Research of Agriculture (FRA). 
 
Dalam kesempatan tersebut Wakil Gubernur Aceh, Nova Iriansyah menyatakan Pulau Weh atau yang lebih dikenal sebagai Pulau Sabang telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Potensi pariwisata di kawasan Sabang sangat besar dan didukung posisi geografis yang sangat strategis karena berada di jalur internasional.
 
“Potensi pariwisata bahari Sabang boleh dikatakan sangat lengkap hingga dijuluki Surga Terpendam di Ujung Sumatera. Bahkan Great Britain Publishing memberi julukan Sabang sebagai The Gold Island  atau Pulau Emas dan memasukkannya ke dalam 501 pulau yang harus di kunjungi di dunia,” ungkap Nova.
 
Kunjungan wisatawan ke Sabang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2013 kunjungan wisatawan hanya 450 orang dan pada 2014 menjadi 500 ribu orang. Seiring hadirnya penerbangan langsung dari Medan ke Sabang pada 2015, jumlah wisatan melonjak menjadi 700 ribu orang. Pada 2016 meningkat hingga hinggga 1 juta wisatawan.  
 
“Potensi selain pariwisata adalah sebagai kawasan investasi yang berkelas dunia karena posisinya yang dekat dengan jalur internasional. Posisi ini menempatkan Sabang sebagai salah satu kawasan maritim yang layak dikembangkan,” lanjutnya.
 
Nova berharap akan ada tindak lanjut dari seminar ini untuk memoles dan mengupgrade wajah Sabang bagi kesejahteraan rakyat Aceh dan Indonesia. “Kami berharap daya tarik Sabang bagi wisatawan manca negara semakin hari semakin meningkat,” pungkasnya.
Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author