Jakarta, technology-indonesia.com – Tingkat penggunaan produk kertas dan karton sebagai media kemasan pangan di masyarakat cukup besar. Padahal kertas dan karton berpotensi memigrasi senyawa berbahaya ke dalam pangan.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan SNI 8218:2015 untuk kertas dan karton kemasan pangan. Penerapan SNI Kemasan Pangan ini diharapkan dapat meningkatkan perlindungan konsumen.
Sekretaris Utama BSN, Puji Winarni mengatakan SNI ini disusun oleh Komite Teknis 85-01 Teknologi Kertas dan telah dibahas dalam rapat konsensus lingkup Komite Teknis yang dihadiri wakil-wakil dari pemerintah, produsen, konsumen, tenaga ahli, pakar di bidang pulp dan kertas serta institusi terkait lainnya.
“SNI juga telah melalui konsensus nasional berupa jajak pendapat. SNI menetapkan persyaratan mutu dan cara uji kertas dan karton untuk kemasan pangan, kecuali kertas dan karton yang dilapisi oleh bahan selain kertas,” ujar Puji dalam acara Ngobrol Santai Bareng (Ngobras) SNI bersama media massa bertema “Amankah Kemasan Pangan Anda?” di Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Pengertian kertas dan karton menurut SNI adalah jenis kertas kemasan primer yang digunakan untuk mewadahi atau membungkus pangan. Kertas itu sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu kertas kemasan pangan gramatur rendah dan gramatur tinggi. Kemasan primer adalah bahan yang bersentuhan langsung dengan pangan
“Meskipun SNI ini terkait produk yang bersentuhan langsung dengan pangan, namun SNI Kertas dan Karton Kemasan Pangan masih bersifat sukarela,” terang Puji.
Kepala Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN, Donny Purnomo mengatakan SNI Kertas Pangan ini ketentuannya sangat ketat untuk memastikan keamanan bagai orang yang mengonsumsi makanan dalam kemasan kertas atau karton. Produk kertas dan karton yang memenuhi SNI adalah yang telah lulus uji sesuai persyaratan dengan parameter fisik yaitu gramatur, kekakuan, ketahanan ikatan antar lembaran, ketahanan tarik, dan daya serap air (Cobb).
“Selain itu, produk juga telah lolos uji parameter terkait dengan aspek keamanan, kesehatan, dan keselamatan lingkungan (K3L), yaitu kandungan logam berat, kandungan formaldehid, kandungan pentaklorofenol, migrasi total dari partikel yang ada di kertas, dan migrasi senyawa ftalat,” terang Donny.
Menurut Donny, tugas BSN bukan hanya menetapkan SNI tetapi juga memastikan bahwa SNI itu diterapkan. BSN juga berkewajiban mengembangkan sarana dan prasarana bekerjasama dengan berbagai pihak, tanpa menunggu SNI diwajibkan oleh kementerian. Ketika SNI terbit, saat itu juga cara penerapannya ditetapkan dan secara bersamaan dilakukan juga pendekatan untuk berkoordinasi dengan lembaga-lembaga yang potensial memiliki laboratorium dan menjadi lembaga sertifikasi.
“Ada dua aspek yang mewajibkan penerapan SNI, diwajibkan oleh regulator atau masyarakat. Dari sisi analisis kami yang lebih efektif jika diwajibkan karena permintaan masyarakat dibandingkan harus dipaksa-paksa atau harus diawasi,” ungkap Donny.
Jessica Yohana, Humas dan Hubungan Internasional Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) mengatakan persyaratan dalam SNI sangat ketat untuk melindungi konsumen dari masalah K3L. Antusiasme produsen kertas kemasan pangan Indonesia terhadap SNI Kertas Pangan juga cukup tinggi.
“Sayangnya belum ada lembaga uji yang bisa melakukan sertifikasi untuk SNI kertas dan karton kemasan pangan. Lembaga sertifikasi produk (LSPro) harus menambah ruang lingkup agar bisa memberi akreditasi. Kami sebagai asosiasi akan tetap memantau perkembangan lembaga uji mana yang mampu. Penerapan SNI ini akan memberikan perlindungan bagi masyarakat Indonesia,” terang Jessica.
Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar BSN, Wahyu Purbowasito melalui keterangan resminya mengatakan BSN mempunyai program untuk memberikan bimbingan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) baik lab uji maupun LSPro. “Bimbingan LPK dilakukan hingga siap akreditasi supaya mampu memberikan layanan untuk sertifikasi produk kertas dan karton kemasan pangan,”terang Wahyu.
BSN menyambut baik jika ada dari anggota asosiasi kertas atau asosiasi LPK yang siap menambah ruang lingkup agar bisa melayani sertifikasi produk kertas dan karton kemasan pangan. “Bimbingan bisa berupa set up lab baru maupun penambahan ruang lingkup dari LPK yang sudah ada,” pungkasnya.