Jakarta, Technology-Indonesia.com – Provinsi Maluku Utara memiliki berbagai produk pangan lokal yang bersumber dari ubikayu. Salah satunya, sagu kasbi yang dikenal memiliki satu rasa (tawar), bertekstur keras, berwarna putih agak kekuningan, bentuk dan ukurannya besar persegi panjang. Produk pangan yang diolah dari kasbi/ubikayu ini merupakan makanan pokok di beberapa daerah di Kota Tidore Kepulauan dan Maluku Utara pada umumnya.
Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku Utara, Dr. Muhammad Assagaf mengatakan produk pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi, berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal tertentu. Salah satu penciri dari pangan lokal yaitu diolah dari bahan baku lokal, teknologi tradisonal, dan pengetahuan juga lokal.
“Pangan lokal ini tidak hanya dibatasi pada satu jenis komoditas tapi multi komoditas sehingga punya potensi untuk dikembangkan. Pangan lokal ini bisa dikembangkan sesuai dengan selera dan preferensi konsumen lokal,” terang Assagaf saat menjadi pembicara dalam dalam Webinar Bincang Inovasi #Seri 1: Gali Geliat Industri Pangan Lokal Asal Ubikayu pada Kamis (13/8/2020).
Assagaf mengatakan, program pemerintah untuk pengembangan pangan lokal sudah cukup lama melalui kegiatan Pengembangan Pangan Pokok Lokal (P3L) yang bertujuan mengembangkan pangan pokok sumber karbohidrat dengan berbagai bentuk olahannya yang dapat disandingkan dengan beras/nasi, yang berbahan baku sumber pangan lokal.
Maluku Utara memiliki keragaman jenis pangan lokal berbahan baku ubikayu, sukun, sagu, pisang, ubi jalar, talas, dan lain-lain. Ada 10 jenis ubikayu yang terdaftar sebagai sumber daya genetik (SDG) lokal Maluku Utara diantaranya varietas Ternate dan Tidore yang memiliki potensi produksi yang cukup baik. Data tahun 2017 menyebutkan luas panen ubikayu di Maluku Utara sebesar 5.556 hektare (ha), dengan produksi kurang lebih 120 ribu ton dan produktivitas 21,65 ton/ha.
Menurut Assagaf, BPTP Maluku Utara mulai kegiatan pengembangan ubikayu dimulai melalui kegiatan Prima Tani pada 2007 di Kota Tidore Kepulauan. Masyarakat di Pulau Tidore biasa memproduksi sagu kasbi atau sagu lempeng untuk dikonsumsi sebagai pengganti beras. Sagu kasbi sering dibawa jemaah haji dari Tidore dan Maluku Utara sebagai stok makanan selama di tanah suci.
Bahan baku sagu kasbi yaitu ubikayu varietas lokal Tidore (bahasa lokalnya Jame-jame) yang dipanen pada umur 1-1,5 tahun supaya kandungan serat kasarnya lebih tinggi. Sagu kasbi dibuat dengan cara mencetak tepung kasbi/ubikayu dalam cetakan berbentuk persegi, kemudian memanggangnya dalam forna/cetakan sagu.
Usaha produksi sagu kasbi ini masih dilakukan secara tradisional sehingga mutunya masih rendah, subsisten dan pemasarannya masih lokal. Meskipun demikian masih ada peluang untuk melakukan perbaikan teknologi sehingga sagu kasbi dapat diterima oleh konsumen sesuai dengan seleranya melalui perbaikan teknologi pengolahannya.
“Kita ingin menaikkan nilai tambah dari sagu kasbi dengan teknologi fortifikasi untuk memperbaiki gizi dari produk sagu kasbi. Sagu kasbi yang sudah diintroduksi teknologi menghasilkan sagu kasbi dengan rasa coklat, strawberry, jeruk dan mangga,” tuturnya.
Sagu kasbi biasa dibuat dengan bentuk dan ukurannya besar persegi panjang. Untuk membuat sagu kasbi aneka rasa, ukurannya dikecilkan sehingga menjadi snack yang mudah dikonsumsi oleh anak-anak maupun orang dewasa. “Kami berpikir dari awal bagaimana bisa menjadikan sagu kasbi sebagai wafer produk lokal Maluku Utara,” lanjutnya.
Ke depan pengembangan produk berbasis sagu kasbi yaitu sagu kasbi instan (kemasan sachet), sagu kasbi coating coklat, sagu kasbi bumbu jagung bakar, dan sagu kasbi bumbu barbeque.
Selain meningkatkan nilai tambah sagu kasbi, BPTP Maluku Utara juga melakukan pendampingan pembuatan tepung mocaf. Dari tepung mocaf ini dibuat beberapa produk pangan, salah satunya brownies yang 100% berbahan baku tepung mocaf.
Untuk pengembangan agribisnis sagu kasbi, BPTP Maluku Utara siap mendukung dari sisi teknologi. “Kita harapkan kemasan dari pengembangan sagu kasbi tidak hanya dominan dari sisi teknologi tapi juga bisa mengandeng sisi pariwisata,” pungkasnya.