Sorgum, Serealia Potensial Dukung Diversifikasi Pangan

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Sorgum merupakan tanaman serealia potensial karena semua bagian tanaman memiliki nilai ekonomi. Potensi sorgum di Indonesia sangat besar untuk mensubstitusi terigu dan mendukung program diversifikasi pangan nasional berbasis bahan pangan lokal. Pengembangan pangan lokal bisa menggerakkan sumber daya domestik, menyerap tenaga kerja, dan memberikan nilai tambah. 

Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Prima Luna mengatakan potensi sorgum di Indonesia sangat besar karena dapat tumbuh dengan baik di lahan yang marginal. Produktivitas sorgum di Indonesia sekitar 4 – 6 ton/hektare (ha), namun ada varietas yang produktivitasnya hingga 10 ton/ha. Saat ini perkembangan varietas sorgum sangat masif karena umur sorgum yang genjah dan bisa panen di umur 80-110 hari.

“Ini potensi ketika kita ingin mengaungkan tepung lokal untuk subsitusi terigu, sorgum menjadi salah satu komoditas yang bisa menggantikan atau subsitusi terigu selain ubi kayu,” kata Luna.

Semua bagian tanaman sorgum, lanjutnya, mulai dari daun, tangkai, biji, batang dan akar bisa diolah untuk mendapatkan nilai tambah. Kandungan fungsional dari sorgum antara lain zat besi, vitamin B1, Vitamin B3, Kalsium, dan lain-lain.

“Bagi mereka yang mau diet, makan sorgum ini bisa luar biasa karena rendah gula dan baik untuk pencernaan. Komposisi nutrisinya sangat baik,” tutur Luna.

Lebih lanjut Luna menjelaskan tepung sorgum tidak kalah dengan tepung lokal lainnya. Sorgum memiliki kandungan karbohidrat dan protein tinggi. Namun, yang masih menjadi perhatian saat ini adalah kadar tanin yang ada pada sorgum.

“Kadar tanin bisa sedikit bermasalah terutama pada pencernaan karena membekukan protein di mukosa lambung kita. Walaupun sebenarnya tanin di tanaman tesebut untuk melindungi tanaman dari hama dan penyakit,” terangnya.

Untuk itu, Balitbangtan melalui Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) telah mengembangkan teknologi untuk menghasilkan tepung sorgum yang rendah tanin. Beberapa olahan yang sudah diintroduksi antara lain berasan sorgum, bubur sorgum instan, nasi goreng sorgum, gula cair sorgum, dan produk olahan lainnya.

“Bubur sorgum instan misalnya bisa dikonsumsi sebagai sereal untuk pengganti menu sarapan di pagi hari,” terangnya.

Balitbangtan juga telah mengolah limbah sorgum yaitu batang yang sudah dipres dan diambil gulanya menjadi bioplastik dan biofoam. Salah satu tantangan pengembangan pascapanen sorgum, terangnya, adalah ketersediaan mesin penyosoh.

Menurut Luna, kemitraan sangat penting untuk pengembangan agroindustri sorgum. Dalam konteks pemanfaatan sorgum sebagai bahan pangan, ada beberapa peluang kemitraan yang dapat dijalankan ke depan.

Peluang tersebut antara lain, pemasaran ke pabrik tepung besar dan kerjasama dengan para UKM pengolah makanan. Beberapa pengolah bahan makanan yang menggunakan bahan tepung berpotensi menjadi mitra ke depan. Di Kabupaten Lamongan, misalnya, pengusaha toko roti, ibu-ibu rumah tangga pengolahan makanan tradisional yang sudah berjalan, yaitu pembuatan peyek, kripik, pangsit, berondong, dan lain-lain.

Pembentukan agroindustri di sentra sorgum akan berjalan dengan menerapkan teknologi yang efisien dan didukung dengan kelembagaan pelaksana yang partisipatif.

“Kelembagaan sangat penting sekali, bagaimana pemerintah pusat dan daerah bisa bersinergi untuk pengembangan sorgum secara konsisten dan kontinyu,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author