Pertanian Organik Produsen Pangan Sehat

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Masyarakat semakin menyadari akan kesehatan pangan, membuat sistem pertanian organik dapat diterima di Indonesia. Sistem pertanian organik bukanlah sistem budidaya yang baru. Nenek moyang kita telah mempraktekan sistem pertanian alami/natural yang memanfaatkan bahan-bahan alami atau bahan organik. Mereka melakukan semua berdasarkan pengalaman dan informasi dari sesama petani.

Pertanian organik didefinisikan sebagai sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agrosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah yang tertuang dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6729:2013.

Selain SNI, acuan pengelolaan sistem pertanian organik di Indonesia adalah International Federation Organic Agriculture Movements (IFOAM) yang berpusat di Bonn, Jerman. Pertanian organik dijabarkan sebagai sistem produksi dengan menjaga kesehatan tanah, ekosistem dan manusia. Sistem yang berbasis ekologi, biodiversitas, dan siklus dengan kondisi yang mampu beradaptasi dengan kondisi lokal, ketimbang menggunakan input yang menggunakan efek negatif terhadap lingkungan.

Kepala Balai Penelitian Tanah (Balittanah), Ladiyani Retno Widowati dalam sebuah kesempatan menjelaskan beberapa prinsip pertanian organik. Prinsip pertama, lahan yang digunakan bebas dari cemaran bahan agrokimia yang berasal pupuk dan pestisida; Kedua, menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika. Sebaiknya gunakan benih yang berasal dari kebun pertanian organik.

Ketiga, menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis dan zat pengatur tumbuh. Peningkatan kesuburan tanah dilakukan melalui penambahan pupuk organik, sistem tanaman, pupuk alam, rotasi tanaman dengan tanaman legume. Keempat, menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis. Pengendalian hama, penyakit, dan gulma dilakukan dengan cara manual, biopestisida, agen hayati dan rotasi tanaman.

Prinsip selanjutnya, menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif sintetik pada pakan ternak dan secara tidak langsung pada pupuk kandang. Terakhir, penanganan pasca panen dan pengawetan bahan pangan menggunakan cara-cara yang alami.

Teknik pengelolaan lahan pertanian organik dapat dilakukan dengan rotasi tanaman, untuk menekan serangan hama penyakit, serta memberikan kesempatan kepada tanah untuk menyediakan unsur hara dominan bagi pertumbuhan yang baik dan perkembangbiakan.

Teknik kedua, pemanfaatan residu tanaman. Residu tanaman mempunyai manfaat yang baik bila ditangani dengan baik sesuai karakteristiknya. Ketiga, penggunaan pupuk kandang, tanaman legume, pupuk hijau, limbah organik dari luar kebun/lahan pertanian organik. Keempat, pengolahan mekanis dan pemanfaatan batuan mineral, serta perlindungan tanaman secara biologis.

Ladiyani mengungkapkan bahwa sistem Pertanian mempunyai produksi awal yang rendah saat baru konversi dari pertanian konvensional ke sistem ini, kemudian meningkat sampai produksi tertentu.

Lebih lanjut ia menerangkan bahwa konsep yang dibangun dari pertanian organik, berbeda dengan sistem pertanian konvensional. Pada sistem pertanian organik, produktivitas lahan tidak dapat maksimum karena sumber input terbatas, target produksi tidak dapat ditetapkan, tetapi keberlangsungan dan kelestarian lahan terjaga. Sedangkan pada sistem pertanian konvensional, input tidak terbatas baik dari anorganik maupun organik, target hasil dapat ditentukan dengan produktivitas yang tinggi.

Sejak beberapa tahun belakangan ini, lanjutnya, permintaan terhadap produk bahan makanan organik di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Promosi yang lumayan gencar dari para produsen produk organik dan banyaknya juga persepsi yang terbentuk dalam masyarakat bahwa bahan makanan organik lebih sehat dan lebih baik dari yang konvensional mendorong peningkatan permintaan.

Meskipun demikian antusias masyarakat untuk mengkonsumsi produk organik, seperti sayuran, beras, dan lain sebagainya, sedikit teredam ketika mereka melihat label harga yang tertera. Banyak dari calon pembeli yang mundur karena mereka menemukan bahwa harga bahan makanan organik, baik di pasar, supermarket, atau yang dijual eceran, jauh lebih tinggi dibandingkan barang sejenis tetapi yang non organik. Selisih antara produk organik dan non organik ternyata cukup mahal dan bisa mencapai 30-40%.

Peneliti Balittanah, Diah Setyorini mengatakan animo masyarakat cukup baik untuk mengkonsumsi makanan organik terutama untuk konsumen yang peduli terhadap kesehatan, lingkungan serta yang menganut gaya atau pola hidup tertentu.

“Namun demikian akses konsumen untuk mendapatkan produk organik terkadang tidak mudah karena produk organik hanya dijual di tempat tertentu yang agak sulit diakses,” lanjutnya.

Peneliti Balittanah, A. Kasno menyatakan bahwa produk pertanian organik lebih berkualitas, lebih menyehatkan dan cocok bagi konsumen yang mempunyai penghasilan baik. Selanjutnya dari segi keberlanjutan daya dukung lahan itu sangat bagus karena tanah, tanaman dan orang menjadi sehat.

Sistem pertanian organik sangat tergantung kepada masukan alami, baik dari hara dan pestisidanya, Dengan kebutuhan masukan alami tersebut, sistem ini mempunyai potensi dikembangkan <5% dari total luas lahan pertanian di Indonesia. Produk sehat berasal dari tanah dan budidaya yang sehat. (Sumber Balittanah)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author