Bogor, Technology-Indonesia.com – Di masa depan Indonesia akan menjadi seksi di mata dunia karena menjadi negara penentu penghasil energi dan pangan di bumi. Indonesia menjadi penentu karena merupakan negara terbesar di dunia yang berada di bawah garis khatulistiwa selain Brasil.
“Di luar itu hanya negara-negara kecil sehingga kurang menentukan,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi), Prof. Dr. Ir. Andi Muhammad Syakir, saat pelantikan Pengurus Pusat Peragi periode 2019-2022 di Bogor (4/12/2019).
Menurut Syakir, energi fosil sudah berada di penghujung era karena cadangannya terus menipis dan dampaknya yang tidak ramah bagi lingkungan. Sebaliknya di masa depan bioenergi akan semakin diandalkan di planet bumi seiring teknologi pengolahannya yang semakin efektif dan efisien.
Pada era bioenergi, negara di bawah garis khatulistiwa menjadi negara penentu karena sumber energi utama adalah matahari. “Hanya di bawah equator matahari bersinar sepanjang tahun, sehingga mesin penghasil bioenergi terbesar adalah Indonesia. Kita menjadi seksi karena negara lain di bawah khatulistiwa berupa negara kecil kecuali Brasil,” katanya.
Menurut Syakir, sebetulnya Indonesia sejak dulu diperhitungkan di mata dunia karena merupakan produsen sawit terbesar dan terluas di dunia. Demikian pula karet. “Problemnya satu, Indonesia bukan bangsa dengan produktivitas sawit dan karet tertinggi di dunia,” kata Syakir. Dampaknya Indonesia bukan menjadi penentu harga bagi komoditas dunia tersebut.
Di masa depan Indonesia harus mampu meningkatkan produktivitas agar dapat menjadi penentu. “Peragi harus mampu mendiagnosis segala problem pertanian tersebut lalu memberi resep untuk mengatasi persoalan tersebut,” kata Syakir.
Secara keilmuan Peragi memiliki ahli-ahli agronomi di Indonesia dengan energi yang berada di puncak karena kompetensinya tak perlu diragukan lagi. Namun, energi tersebut umumnya masih berupa energi potensial yang harus ditransformasikan menjadi energi kinetik agar dapat menggerakkan dunia pertanian Indonesia.
Peragi di era sekarang berupaya mentransformasi energi potensial tersebut dengan membuka sebanyak mungkin saluran agar energi dapat bergerak. “Kita semakin inklusif dengan menggandeng pengurus dari segala kalangan seperti swasta dan pengusaha,” kata Syakir.
Peragi juga membuka ruang bagi pengurus yang bukan berasal dari alumni Agronomi Fakultas Pertanian. “Segala kalangan boleh masuk untuk menggerakkan pertanian Indonesia di masa depan agar resep dari Peragi dapat dibumikan di Indonesia,” kata Syakir. (Destika Cahyana)