Jakarta, Technology-Indonesia.com – Varietas unggul padi Jeliteng, Inpari Arumba, dan Pamelen dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) dikembangkan di Subak Pengembungan, Desa Tegaljadi, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali. Jenis padi khusus ini memiliki pasar yang khusus dengan harga jual yang lebih baik dibandingkan padi biasa yang harga jualnya dipatok berdasarkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Kepala BPTP Bali, I Made Rai Yasa mengungkapkan hal tersebut pada kegiatan tanam bersama Demplot VUB Padi Khusus dan Padi Spesifik Lokasi di Subak Pengembungan pada Jumat (21/4/2021).
Sementara itu padi spesifik lokasi yaitu Bioni 63 Ciherang dan Inpari 32 dikembangkan, karena 60 persen varietas padi yang ditanam petani di Bali adalah Ciherang yang dilepas tahun 2000 oleh pemerintah sehingga berisiko gagal panen dan terjadi penurunan terhadap daya tahan hama penyakit.
“Karena itu sekarang kita kembangkan Varietas Unggul Baru (VUB) padi keturunan Ciherang yang memiliki keunggulan dari segi produktivitas dan ketahanan terhadap serangan hama penyakit,” jelasnya.
Kepala BPTP Bali juga melaporkan bahwa perilaku petani di Subak Pengembungan dalam membudidayakan padi berdasarkan analisis ekonominya menggunakan biaya pestisida yang lebih besar dibandingkan pengunaan biaya pemupukan. Petani setempat melakukan penyemprotan 5 sampai 12 kali dalam satu musim tanam.
Menurutnya secara analisis ekonomi biaya pemupukan yang dikeluarkan petani sebanyak Rp. 230 ribu per empat are sedangkan biaya pestisida yang dikeluarkan sebesar Rp. 237 ribu..
“Hal ini jika kita ibaratkan sebagai manusia biaya pengobatan lebih besar dari biaya makan. Jadi ke depan ini yang perlu kita benahi sehingga penggunaan pestisida bisa dikurangi dengan teknologi pengendalian HPT yang lebih ramah lingkungan,” Jelasnya.
Kegiatan dihadiri anggota Komisi IV DPR RI, anggota DPRD Kabupaten Tabanan, Kepala Distan Kabupaten Tabanan dan jajarannya, Perangkat Desa Tegaljadi, Pekaseh serta Anggota Subak Pengembungan. Tanam bersama dilakukan sekaligus demo penggunaan alat tanam transplanter oleh petani.
Anggota Komisi IV DPR RI, I Made Urip dalam sambutannya menyampaikan bahwa kondisi pandemi Covid-19 telah melumpuhkan hampir semua sektor perekonomian di Indonesia. Dampak pandemi juga sangat terasa di Bali karena 75 persen APBD-nya tergantung dari sektor pariwisata.
“Kita tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Sekarang ini salah satu sektor yang harus kita garap adalah sektor pertanian. Kita di Bali punya kekuatan untuk mendorong sektor pangan ini yaitu subak, oleh karena itu subak harus kita lestarikan bersama, dukungan kita semua sangat kami harapkan” jelasnya.
Selanjutnya disampaikan bahwa tantangan ke depan di sektor pertanian semakin berat. Pertama alih fungsi lahan, kedua bagaimana mendorong generasi muda kita agar mau terjun ke sektor pertanian karena regenerasi petani harus tetap ada. Selain itu tantangan pertanian di Bali adalah bahwa sebagian besar petani di Bali merupakan petani gurem, dengan tingkat kepemilikan lahan saat ini rata-rata 0,25 hektare.
“Jadi tantangan kita bersama bagaimana kita membuat pertanian di Bali benar-benar produktif,” ujarnya.
Komisi IV DPR RI juga mengucapkan terimakasih kepada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali karena telah melakukan tugas-tugasnya dengan baik. “Saya akan berusaha untuk memperjuang anggaran terutama yang masuk ke dapil Bali ini, agar kita mampu memenuhi kebutuhan domestik kita sehingga tidak terlalu banyak bergantung dari hasil pertanian dari luar Bali,” tegasnya.
Pada akhir acara dilaksanakan penyerahan bantuan power threser kepada kelompok di Desa Marga yaitu Kelompok Tani Sekar Langit, Tegal Harum, Mekar Tani, Tani Pertiwi, Rahayu Sejahtera, Muda Mandiri, dan Kelompok Tani Pantun Sari. (Sumber BPTP Bali)