Kementan Siapkan Strategi Pengembangan Porang sebagai Komoditas “Mahkota”

Bogor, Technology-Indonesia.com – Porang merupakan komoditas potensial yang sedang digandrungi banyak orang. Saat ini, komoditas porang semakin menggeliat seiring meningkatnya permintaan ekspor sehingga banyak petani berminat membudidayakan porang. Untuk itu, Kementerian Pertanian (Kementan) berupaya menyiapkan berbagai strategi pengembangan agar porang bisa menjadi komoditas “mahkota”.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyampaikan bahwa porang telah ditetapkan sebagai komoditas yang masuk dalam gerakan tiga kali lipat ekspor (Gratieks). Nilai ekspor porang pada tahun 2020 di atas Rp 1,3 triliun. Permintaan porang pun cukup besar dari 16 negara seperti china, Thailand, Taiwan, Vietnam, Myanmar, Jepang, dan lain-lain.

“Salah satu yang diminta Bapak Presiden adalah melakukan berbagai variasi untuk ekspor, jenisnya maupun negara tujuan. Ada dua pilihan utama selain komoditas yang sudah ada seperti kopi, coklat, sawit, karet, dan lain-lain. Komoditi itu ada dua yaitu porang dan sarang burung walet,” kata Mentan Syahrul saat membuka Talkshow Strategi Pengembangan Porang sebagai Komoditas “Mahkota” di Aula Display Puslitbang Perkebunan, Bogor pada Kamis (25/3/2021).

Mentan menegaskan bahwa kedepan, strategi pengembangan tanaman porang akan dilakukan dengan memacu riset pengolahan dan produk turunannya ke arah industri pangan, kosmetik, dan farmasi. Menurutnya, porang merupakan komoditi yang mudah dikembangkan, terutama dengan dukungan berbagai teknologi pertanian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan).

“Porang tumbuh bagus di negara tropis terutama di Indonesia. Karena itu, porang menjadi komoditas yang harus kita dorong bersama. Litbang bersama kita semua melakukan talkshow tidak lain untuk menemukan strategi yang tepat di budidaya, pascapanen, dan bagaimana menghilirisasi menjadi industri,” katanya.

Mentan berpesan agar tidak mengekspor porang dalam bentuk umbi tapi mengolahnya menjadi chips atau tepung untuk meningkatkan nilai tambah. Ia berharap Kementan dan jajaran dinas yang ada di semua kabupaten untuk mengembangkan porang secara strategis.

Talkshow kita hari ini untuk mencari kemungkinan-kemungkinan baru dari hadirnya komoditas-komoditas baru, cara bertani baru, intervensi sains riset dan teknologi baru untuk menghasilkan produktivitas dan kualitas yang lebih baik, sehingga pertanian kita tidak hanya memberi nutrisi untuk kita makan tetapi juga nutrisi ekonomi untuk bangsa,” tutur Mentan.

Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry mengatakan bahwa Kementan sedang menyiapkan berbagai teknologi dari hulu hingga hilir untuk mendorong pengembangan porang. Saat ini, Balitbangtan sudah mengoleksi dan mengidentifikasi cukup banyak calon-calon varietas unggul porang. Salah satunya, varietas Madiun 1 dari Jawa Timur yang baru saja dilepas.

Untuk mendukung ketersediaan benih, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) Balitbangtan sudah menemukan formula untuk memperbanyak secara cepat benih porang secara kultur jaringan.

“Target kita, dalam beberapa bulan ke depan sebanyak 5 juta – 10 juta benih harus disiapkan karena kebutuhannya sangat besar. Karena itu, untuk hilirisasi terkait perbanyakan benih ini kita menggandeng mitra baik pemerintah daerah, swasta, dan semua penggiat tanaman porang dari Sabang sampai Merauke,” kata Fadjry.

Terkait produk akhir dari porang, Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) Balitbangtan, sudah mengembangkan beberapa teknologi untuk pembuatan chips, tepung hingga beberapa produk akhir yang dibutuhkan pasar dunia.

“Kita sedang merancang alat yang sederhana dan murah yang bisa digunakan kelompok tani sehingga porang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi,” tuturnya.

Menurut Fadjry, jika menjual dalam bentuk umbi basah harganya antara Rp 8 ribu – Rp 9 ribu per kilogram. Namun jika dijual dalam bentuk chips kering nilainya Rp 55 ribu – Rp 60 ribu/kg, sementara dalam bentuk tepung harganya mencapai Rp 300 ribu – Rp 400 ribu/kg.

Selain itu, ada beberapa kerugian jika mengekspor porang dalam bentuk umbi basah karena bisa ditanam kembali umbinya. “Porang kan komiditi kita, kalau dalam bentuk chips bisa dikembangkan lagi. Karena itu ke depan kita lindungi komoditi ini karena tidak banyak di semua negara. Indonesia yang punya plasma nuftah itu,” terangnya.

Talkshow porang ini dihadiri kurang lebih seribu peserta dari berbagai kalangan seperti peneliti, praktisi, akademisi, petani, dan masyarakat umum. Talkshow menghadirkan peneliti Balitbangtan sebagai pembicara yaitu Yuliantoro Baliadi, Ika Rostika, dan Heni Herawati. Hadir juga sebagai pembicara, Utama Kajo dari Kamar Dagang Indonesia (Kadin) dan Syaharuddin Alrif (petani milenial dan eksportir porang).

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author