Jalan Panjang Pengembangan Vaksin ETEC+VTEC

Semarang, Technology-Indonesia.com – Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet) Bogor mengembangkan vaksin ETEC+VTEC untuk mencegah kematian dini pada anak sapi (pedet) akibat diare. Kejadian diare neonatal pada anak sapi di Indonesia sekitar 22% dengan tingkat kematian mencapai 91% sehingga merugikan secara ekonomi.

Pengembangan vaksin ini merupakan dukungan terhadap program strategis Kementerian Pertanian untuk meningkatkan populasi sapi di Indonesia melalui Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus SIWAB). Program ini akan efektif jika sapi yang bunting melahirkan pedet yang sehat dan mampu tumbuh sampai dewasa.

Peneliti BB Litvet – Bogor, Rahmat Setya Adji mengatakan diare neonatal umumnya terjadi pada anak sapi pada minggu pertama kelahiran, dengan gejala diare profus, dehidrasi (kekurangan cairan), dan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri enterotoksigenik Escerichia coli (ETEC) dan verotoksigenik Escerichia coli (VTEC).

Vaksinasi pada sapi bunting dinilai efektif karena bisa memberikan imunisasi pasif pada anak sapi melalui kolostrum, jenis susu yang diproduksi sapi induk pada awal-awal kelahiran. Sementara pengobatan dengan antibiotik memerlukan ketelitian dalam memilih antimikrobial yang tepat. Saat ini dilaporkan beberapa antibiotik sudah resisten terhadap agen penyebab penyakit tersebut.

Adji mengisahkan, pengembangan vaksin ini telah mengalami proses yang panjang sejak penelitian pada 1990. Riset diawali dari penyiapan masterseed (kandidat vaksin) dengan mengisolasi (kultur) penyebab diare neonatal pada pedet. Selanjutnya adalah proses identifikasi dan karakterisasi isolat E. coli enterotoksigenik dan E. coli verotoksigenik penyebab diare neonatal tersebut. Isolat tersebut diuji pathogenitas dan potensi (imunogenitas) untuk mendapatkan kandidat vaksin.

Bakteri yang digunakan merupakan hasil isolasi dari kasus diare neonatal di daerah Bogor, Pengalengan, Salatiga, dan Sukabumi. Penggunaan dan pemanfaatan isolat lokal ini memiliki keunggulan, yaitu sesuai dengan bakteri penyebab diare neonatal di Indonesia dan memberikan kekebalan yang optimal. Vaksin ETEC+VTEC mengandung semua jenis antigen yang imunoprotektif yang terdapat di lapangan. Vaksin ini aman dan tidak memberikan efek samping terhadap ternak yang diimunisasi.

“Vaksinasi sapi bunting dengan vaksin ini akan memberikan kekebalan pada pedet sampai 90% dan mampu mencegah dan menurunkan kematian anak sapi akibat diare, sehingga pedet dapat tumbuh dengan baik,” ungkap Adji di Kantor Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, Semarang pada Sabtu (31/3/2018).

Proses selanjutnya adalah pembuatan vaksin melalui preparasi dan inaktivasi antigen E. coli enterotoksigenik dan E. coli verotoksigenik. Formulasi vaksin dilakukan dengan mencampur komponen antigen dengan adjuvan.

Vaksin ini mengalami beberapa pengujian dari skala laboratorium yang meliputi uji sterilitas, homogenitas, keamanan dan potensi; serta uji skala lapang yang meliputi uji keamanan dan potensi. Vaksin ini telah mendapatkan paten pada tahun 2000-an.

Vaksinasi pada sapi induk dilakukan dengan cara menyuntikan 5 ml vaksin ETEC+VTEC polivalen secara subkutan. Injeksi subkutan adalah injeksi yang dilakukan tepat di bawah kulit. Vaksinasi sapi bunting yang belum pernah divaksinasi ETEC+VTEC, dilakukan vaksinasi pertama pada umur kebuntingan 7 bulan, kemudian diulang lagi dua minggu sebelum melahirkan.

“Untuk sapi induk yang pernah divaksinasi ETEC+VTEC, vaksinasi dilakukan pada umur kebuntingan 2 minggu sebelum melahirkan. Diharapkan begitu lahir, pedet akan menyusu induknya yang mengandung antibodi verotoksigenik dan enterotoksigenik E. Coli sehingga pedet tahan diare,” terang Adji yang juga menjabat sebagai Kepala Seksi Pendayagunaan Hasil Penelitian (PHP) BB Litvet-Bogor.

Saat ini, pembuatan vaksin ETEC+VTEC telah melalui kerjasama (lisensi) dengan perusahaan obat hewan nasional yaitu PT Caprifarmindo, namun produksinya masih terbatas untuk memenuhi program pemerintah. Produksi vaksin dalam skala massal dan komersial masih menunggu keluarnya izin edar.

Pemanfaatan secara terbatas salah satunya adalah vaksinasi pada 35 sapi induk di tiga taman ternak yang dikelola oleh Balai Budidaya dan Pembibitan Ternak Terpadu (BBPTT) Jawa Tengah. Rinciannya, vaksinasi di Taman Ternak Sumberejo, Kendal sebanyak 20 ekor induk sapi, Taman Ternak Maroon, Temanggung sebanyak 9 ekor dan Taman Ternak Pagerkukuh, Wonosobo sebanyak 6 ekor.

Adji mengungkapkan bahwa vaksin ETEC+VTEC telah didaftarkan ke Subdit Pengawasan Obat Hewan (POH), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH). Sampel vaksin ETEC+VTEC untuk pengujian mutu juga telah dikirimkan ke Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH), Ditjend PKH pada awal Maret 2018.

Adji optimis bahwa vaksin ETEC+VTEC akan lulus uji mutu dan mendapat nomer registrasi dalam waktu tiga sampai empat bulan ke depan. Dengan adanya nomer registrasi ini, vaksin ETEC+VTEC dapat diproduksi dan dijual atau didistribusikan secara luas ke masyarakat.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author