Bogor, Technology-Indonesia.com – Gambut kembali menjadi topik yang ‘seksi’ di tengah pandemi Covid-19 di tanah air. Hal itu karena Presiden Joko Widodo meminta Kementerian Pertanian (Kementan) menambah cadangan pangan 1,5 juta ton di luar produksi reguler untuk mengantisipasi krisis pangan di era pandemi.
“Banyak lahan yang diarahkan untuk memenuhi permintaan tersebut, termasuk kemungkinan pemanfaatan gambut,” kata Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan (BBSDLP), Kementan, Husnain Ph.D, saat menjadi moderator di acara Webinar Pemanfaatan Gambut Secara Berkelanjutan di Bogor (28/5/2020).
Dalam kesempatan terpisah Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbamgtan), Dr. Fadjry Djufry menyampaikan bahwa potensi lahan gambut di Indonesia 13,4 juta hektare (ha), dan merupakan yang terluas kedua di dunia. Karenanya, pemanfaatannya untuk ekonomi harus terus dioptimalkan.
Peneliti senior BBSDLP, Sofyan Ritung, mengungkap bahwa istilah gambut yang berkembang di masyarakat memiliki beragam makna sehingga seringkali simpang siur. Demikian pula terdapat banyak pemilahan gambut sehingga rekomendasi pemanfaatannya beragam.
“Yang paling sederhana adalah pemilahan gambut berdasarkan tingkat kematangan dan ketebalan gambut,” kata Sofyan. Itu belum termasuk pertimbangan tutupan lahan di atas gambut.
Tingkat kematangan gambut misalnya terbagi tiga yaitu mentah, sedang, dan matang. Sementara ketebalan gambut dibedakan dangkal (0,5 m -1 m), sedang (1-2 m), dan dalam (2 – 3 m). “Rekomendasi pemanfaatan sangat spesifik tergantung gambutnya,” kata Sofyan.
Prof. Fahmuddin Agus, peneliti Balai Penelitian Tanah mengungkapkan lahan gambut mempunyai manfaat ekonomi dan lingkungan yang penting bagi penduduk lokal dan masyarakat global sehingga prinsipnya adalah menjaga keseimbangan kedua manfaat tersebut.
Fahmuddin menyebutkan untuk mempertahankan lahan gambut berupa hutan tidak terganggu dan hutan yang terganggu. Sementara Hutan Tanaman Industri dikelola dengan pembuatan kanal blok untuk intensifikasi. Sebaliknya untuk semak belukar dapat dibiarkan regenerasi alami.
Berikutnya untuk lahan bera dapat dipilih tiga opsi yaitu rehabilitasi menjadi lahan pertanian terutama pangan, paludiculture, atau restorasi untuk dihutankan kembali.
Tentu untuk lahan yang sudah dibuka untuk pertanian diperlukan intensifikasi dan pembuatan kanal blok untuk menghambat ektensifikasi pertanian.
Prinsipnya lahan gambut mempunyai berbagai manfaat ekonomi dan lingkungan yang kesemuanya amat penting bagi penduduk lokal dan masyarakat global, karena itu perlu dijaga keseimbangan kedua manfaat tersebut, ungkapnya lagi.
Tersedia berbagai pendekatan pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan yang bersifat spesifik lokasi. “Tapi ingat setiap pendekatan tidak dapat diterapkan untuk semua penggunaan lahan,” kata Fahmuddin.
Sementara untuk kepentingan lingkungan regulasi nasional tentang penghentian penerbitan izin baru penggunaan hutan primer dan lahan gambut (Inpres 5/2019) perlu didukung untuk membuka pasar lebih luas. (DC)