Jakarta, Technology-Indonesia.com – Indonesia melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) tengah mempersiapkan peta tanah nasional skala 1:500.000 untuk mendukung pemetaan global yang dilakukan Food Agriculture Organization (FAO). Peta tanah akan ditampilkan dengan sistem klasifikasi World References Base (WRB) yang dikembangkan lembaga PBB yaitu FAO dan Unicef (The United Nations Children’s Fund).
“Indonesia telah memiliki peta tanah skala 1:250.000 dan 1:50.000 untuk seluruh Indonesia, tetapi dengan sistem klasifikasi taxonomy yang dikembangkan USDA,” kata kepala bidang KSPHP, Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pertanian Dr. Yiyi Sulaeman, pada Focus Group Discussion (FGD), Senin (20/1/2020). FGD dilaksanakan dalam rangka reviu hasil kegiatan AFACI (Asian Food and Agriculture Cooperative Initiative), kerjasama Balitbangtan dengan AFACI dan FAO tahun 2019.
Dengan demikian secara prinsip Indonesia tinggal melakukan pemadanan nama-nama tanah pada 2 sistem klasifikasi yang berbeda sekaligus melakukan generalisasi peta. Partisipasi Indonesia penting untuk mendukung kajian sebaran jenis-jenis tanah di dunia. Saat ini, negara-negara di Afrika telah lebih dahulu menyelesaikan, sementara negara di Asia Tenggara sedang melakukannya bersama-sama termasuk Indonesia.
Menurut Yiyi, komunitas tanah global sepakat untuk menyelesaikan peta tanah dunia karena permintaan masyarakat terhadap peta tanah semakin tinggi. “Dulu ilmuwan ilmu tanah hanya melayani sektor pertanian, kini ilmuwan ilmu tanah juga dituntut melayani sektor lain hingga yang tak pernah terbayangkan seperti sektor kesehatan,” kata Yiyi.
Informasi tanah juga sangat bermanfaat untuk mitigasi bencana. Tanah dengan struktur lepas di atas lapisan kedap air ternyata berpotensi longsor ketika berada di daerah bercurah hujan tinggi. “Informasi sebaran mereka sangat berharga untuk para pengambil kebijakan,” katanya.
Menurut Yiyi, peta tanah global tersebut di masa depan dapat diakses oleh semua kalangan sepanjang terkoneksi internet. “Peta tanah dapat dibuka seperti layaknya membuka Google Earth,” kata Yiyi. Dengan demikian informasi tanah semakin terbuka dan bukan monopoli ilmuwan tanah saja.
Output serupa telah dihasilkan oleh Afrika berupa Soil Map of Afrika, dan Indonesia bersama 14 negara lain akan menyusun Soil Map of Asia, ungkap Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Dr. Husnain dalam kesempatan lain.
Inisiasi AFACI dengan menjadikan Indonesia sebagai partner langsung penyusunan peta tanah ini, menurut Kepala Balitbangtan Dr. Fadjry Djufry, menunjukkan bahwa AFACI memiliki kepercayaan kepada peneliti-peneliti Indonesia, khususnya Balitbangtan.
FGD ini diikuti oleh para pakar pedologi, remote sensing, dan GIS, yaitu: Prof. Budi Mulyanto (Ketua Umum HITI/IPB), Prof. Azwar Maas (UGM), Dr. Sri Rahayu Utami (UB), Dr. Rachmat Haryanto (Unpad), Dr. Wirastuti Widyamanti (UGM). Dari Balitbangtan, peneliti dan pakar yang hadir adalah: Prof. Irsal Las, Prof. Fahmudin Agus, Prof. Sukarman, dan peneliti senior lainnya.