Jakarta, Technology-Indonesia.com – Panjangnya jarak beranak dan rendahnya tingkat kebuntingan menjadi penyebab pencapaian efisiensi reproduksi sapi potong yang kurang optimal. Salah satu upaya yang dilakukan agar target reproduksi dapat tercapai, adalah dengan melakukan perbaikan pengelolaan reproduksi melalui penanganan gangguan organ reproduksi.
Hipofungsi ovarium adalah penyakit atau gangguan pada organ reproduksi sapi betina. Gangguan reproduksi bisa diobati dengan pemberian suplemen.
Hermix atau Herbal Mix adalah suplemen aditif yang mengandung vitamin A (retinol), vitamin D3 (cholecalciferol), vitamin E (tocoferol), zinc dan herbal kelor (Moringa oliefera) serta bahan penyusun lainnya. Hermix tersedia dalam bentuk bolus (tablet besar yang digunakan untuk hewan besar), dengan tujuan agar pemberiannya kepada ternak sapi mudah dan praktis.
Hermix ini diberikan dengan cara per oral, langsung diberikan ke mulutnya (seperti memberi obat cacing) pada sapi induk yang mengalami hipofungsi ovarium. Pemberian dengan dosis 2 bolus per 3 hari. Hermix bisa diperoleh di Loka Penelitian Sapi Potong (Lolit Sapo) Grati, Pasuruan, Jawa Timur.
Kombinasi ini berfungsi untuk menggertak hipothalamus untuk membantu sekresi hormon leutenizing (LH) dan Folikel stimulating hormon (FSH) pada sapi betina. Kedua hormon tersebut berfungsi merangsang pematangan sel.
Penelitian terkait Herbamix sudah dilaksanakan pada tahun 2019 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) dan sudah telah diuji coba di Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Sumenep. Hasilnya, 90% ternak yang menderita hipofungsi ovarium bisa disembuhkan setelah diberi Hermix.
“Suplemen ini berguna untuk mengatasi terjadinya hipofungsi ovarium pada sapi betina yang diakibatkan oleh gangguan pertumbuhan folikel dan corpus luteum,” ungkap Lukman Affandy, Peneliti Balitbangtan di Lolit Sapo.
Lebih lanjut dijelaskan Lukman, corpus luteum adalah massa jaringan kuning di dalam ovarium yang dibentuk oleh sebuah folikel yang telah masak dan mengeluarkan ovumnya. Kurpus luteum akan berhenti memproduksi hormon progesteron pada saat ovum tidak dibuahi dan berkembang menjadi Corpus albikan. (Sumber Balitbangtan)