BRIN dan Pemkot Semarang Kembangkan Kawasan Pertanian di Lahan Tidur dengan Metode LEISA

TechnologyIndonesia.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Pemerintah Kota Semarang mengembangkan kawasan pertanian urban yang produktif dan ramah lingkungan, dengan memanfaatkan metode pertanian berkelanjutan yang dikenal sebagai Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA).

Salah satu fokus utama dari kolaborasi ini adalah pemanfaatan lahan tidur di kawasan urban, yang sering kali tidak terpakai atau terbengkalai, menjadi lahan produktif. Bawang merah menjadi salah satu komoditas utama yang dikaji.

Bawang merah menjadi salah satu penyebab inflasi di Kota Semarang. Sehingga, keberhasilan dalam produksi bawang merah yang efisien diharapkan membantu menstabilkan harga dan ketersediaannya di pasar.

Metode LEISA diterapkan untuk mengurangi ketergantungan pada input eksternal yang tinggi, seperti pupuk kimia dan pestisida, serta memanfaatkan prinsip-prinsip pertanian yang ramah lingkungan.

Dalam hal ini, penggunaan true shallot seed (TSS) sebagai pengganti benih umbi bawang merah dapat mengurangi biaya benih hingga 30 persen. Selain itu, penetapan waktu tanam pada akhir musim kemarau diharapkan mengurangi kebutuhan fungisida kimia, yang umumnya digunakan untuk mengendalikan jamur pada musim hujan.

Sebuah langkah penting dalam transformasi pertanian perkotaan dilakukan di Kota Semarang dengan panen simbolis bawang merah varietas Maserati dan Lokananta, Jumat (8/11/2024).

Wakil Kepala BRIN, Amarulla Oktavian menekankan pentingnya penggunaan teknologi dalam pertanian masa depan.

Menurutnya, pertanian tidak bisa lagi hanya mengandalkan cara-cara tradisional. Ke depan, teknologi canggih seperti artificial intelligence (AI) dan internet of things (IoT) akan menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia pertanian.

“Ini akan membuat sektor pertanian semakin efisien dan dapat dilakukan di wilayah perkotaan dengan keterbatasan lahan,” ungkapnya.

Pemanfaatan metode LEISA di lahan-lahan tidur perkotaan, lanjut Vian, bukan hanya membantu meningkatkan produksi pangan, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem dan memperkuat ketahanan pangan kota.

Dengan pemanfaatan teknologi ini, kawasan perkotaan yang memiliki lahan terbatas dapat tetap menghasilkan produk pertanian yang setara dengan hasil pertanian di wilayah yang memiliki luas lahan lebih besar.

Hal ini juga membuka peluang bagi generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian yang semakin modern dan berbasis teknologi.

Program ini menjadi contoh nyata dari upaya integrasi antara riset, inovasi, dan kebijakan pemerintah dalam menciptakan kawasan pertanian yang lebih ramah lingkungan, efisien, dan berkelanjutan.

“Diharapkan ke depannya, konsep pertanian perkotaan seperti ini dapat berkembang di kota-kota besar lainnya di Indonesia, memberikan solusi terhadap permasalahan pangan sekaligus menciptakan lapangan kerja baru di sektor pertanian yang semakin menarik bagi generasi muda,” harap Vian.

Walikota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu menegaskan, pihaknya berkomitmen mengusung konsep pertanian perkotaan yang modern. Hal ini bertujuan menciptakan kemandirian pangan bagi masyarakat serta meningkatkan kesejahteraan petani kota.

“Kami ingin menciptakan ekosistem pertanian yang dapat menghasilkan pangan berkualitas, meskipun lahan yang tersedia terbatas. Ini adalah bagian dari visi kami menjadikan Semarang sebagai kota yang tidak hanya maju dalam infrastruktur, tetapi juga dalam ketahanan pangan,” ujarnya. (Sumber brin.go.id)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author