Jakarta, Technology-Indonesia.com – Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) terus berupaya menguatkan kelembagaan petani Talas Beneng di Provinsi Banten dari hulu hingga hilir melalui korporasi. Talas asal Banten ini memiliki ukuran lebih besar dari talas lainnya, sehingga dinamai talas beneng yang artinya besar dan koneng/kuning.
Penguatan kelembagaan ini diselenggarakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan) melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Penguatan Kelembagaan Korporasi Petani Mendukung Agribisnis Talas Beneng Di Provinsi Banten, Rabu (15/12/2021).
Kepala Puslitbangtan, Priatna Sasmita dalam sambutannya menyampaikan bahwa tanaman lokal khas Banten ini adalah komoditas strategis yang dapat mendukung ketahanan pangan. “Talas Beneng ini merupakan salah satu sumber pangan yang dapat dijadikan sebagai alternatif untuk kebutuhan pokok yang berpotensi untuk dikembangkan dalam skala luas” ujarnya.
Lebih lanjut Priatna menjelaskan bahwa kondisi saat ini luas pengembangan talas beneng belum optimal dan belum mencukupi kebutuhan pasar sehingga masih perlu ditingkatkan. “Produksinya masih rendah dan jauh dari permintaan yang cukup besar, hal tersebut dikarenakan luas pengembangannya belum optimal dan rata-rata produktivitasnya juga masih rendah,“ jelasnya
Upaya dalam percepatan pengembangan talas beneng di Provinsi Banten ini diperlukan aspek dukungan teknologi, ketersediaan bahan baku, peluang pasar dan perluasan area tanam. Selanjutnya penguatan kelembagaan, karena kelembagaan ini menjadi faktor kunci perluasan pengembangan budi daya Talas Beneng ini.
Selain itu, penguatan kelembagaan tidak hanya pada kelembagaan pemasaran akan tetapi juga melihat bagaimana peran kelembagaan yang menangani produksi atau bahan baku, kelembagaan yang berkaitan dengan proses pengolahan, termasuk bagaimana peran serta sumber daya manusianya atau pengelolah atau sekaligus pelaku usahanya.
Komoditas Unggulan
Talas Beneng kini sedang naik daun karena menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan dari Provinsi Banten. Hal ini menarik minat petani dan pengusaha untuk memperluas areal pertanaman, bahkan hingga keluar Pulau Jawa.
Selain umbi, daun Talas Beneng juga bernilai “dolar” terutama dalam bentuk rajangan kering. Tidak hanya itu, batang pelepah juga berguna sebagai pakan ternak, dan kini kulit pelepahnya tengah dilirik sebagai bahan anyaman berbagai kerajinan seperti topi, tikar, tas dan sandal.
Talas Banten yang masih satu kerabat umbi ini ternyata juga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor dan bahan pangan alternatif. Ukuran talas yang besar membuat Talas Beneng digolongkan dalam giant taro atau big elephant’s ear.
Selain ukurannya yang besar, talas ini memiliki kadar protein (7.17%) dan mineral (13.70%) yang relatif tinggi. Potensi ini didukung pula oleh kemudahan budidayanya di lahan basah maupun kering, sehingga dapat dikembangkan di lahan marjinal.
Dibalik besarnya potensi talas sebagai sumber pangan alternatif, ternyata belum diimbangi dengan pemanfaatannya. Umumnya masyarakat memanfaatkan talas terbatas sebagai kudapan berupa keripik, kolak, ubi goreng dan ubi rebus atau tambahan sayur.
Berbeda dengan negara-negara lain seperti Jepang dan New Zealand, talas dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan berbasis karbohidrat seperti roti, kue-kue, makanan bayi atau produk-produk ekstrusi yang bernilai ekonomi tinggi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, ekspor talas secara keseluruhan bernilai USD 3,07 juta dengan volume mencapai 2.909 ton dalam bentuk beku maupun segar untuk memenuhi permintaan negara Thailand, Jepang, China, Singapura, Malaysia, Vietnam, Australia, dan Belanda.
Kementerian Pertanian mendukung pengembangan agribisnis dan agroindustri talas beneng dengan melepas varietas beneng menjadi varietas unggul talas melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 981 tahun 2020. (Sumber Puslitbangtan)