Bogor, Technology-Indonesia.com – Sistem teknologi informasi yang berkembang pesat belakangan semakin membuat informasi pertanian bertambah terbuka. Namun, perkembangan tersebut tidak serta merta mendorong meningkatnya produktivitas dan pendapatan petani.
Fenomena tersebut diungkap peneliti Balai Besar Pengembangan dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Dr. Maesti Mardiharini, pada sidang promosi doktor di Institut Pertanian Bogor (IPB), pada Selasa (21/1/2020).
Menurut Maesti, seringkali informasi pertanian yang diterima petani melalui internet atau pihak luar bukan merupakan inovasi berbasis ilmiah atau berbasis pengalaman. “Sekarang semua pihak bisa menjadi sumber informasi, tetapi filternya kurang,” kata Maesti.
Dampaknya adalah inovasi yang benar-benar valid malah tidak dapat diterima oleh petani karena seolah-olah tertutupi oleh informasi yang simpang siur. “Pemerintah harus turun tangan agar inovasi pertanian berbasis ilmiah dan berbasis pengalaman sampai ke petani hingga mampu meningkatkan kapasitas dan kapabilitas petani untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani,” kata Maesti.
Menurut Maesti, ujung tombak di lapangan bisa di tangan para penyuluh agar inovasi diterima petani tepat waktu, tepat jenisnya, tepat jumlahnya, dan tepat kualitas. “Penyuluh dapat mengadopsi spirit dan cara kerja para formulator perusahaan sarana dan produksi pertanian,” kata Maesti.
Sebagai kalangan paling terdidik di lapangan, penyuluh mampu merumuskan inovasi yang tepat digunakan di daerahnya dari beragam informasi yang melimpah tersedia.
Dengan demikian upaya meningkatkan kapasitas penyuluh atau sumber informasi menjadi langkah paling penting.
Sekretaris Pusat Penyuluhan Pertanian Kementerian Pertanian, Dr. Ir. Siti Munifah, M.Si, setuju dengan paparan Dr. Maesti. Sebagai penguji luar komisi dalam sidang promosi tersebut Siti mempertajam hasil rekomendasi Maesti, dengan menekankan bahwa kecepatan inovasi dapat diterima oleh target dan diterapkan juga menjadi kunci keberhasilan inovasi dari institusi riset berdampak nyata untuk petani.
Dengan kata lain, penyuluh tak boleh kalah dengan petani dalam mengakses sumber informasi tersebut. Seandainya kalah pun, penyuluh harus mampu memfilter inovasi mana yang tepat untuk konteks lokal setempat.
Hal yang sama disampaikan Prof. Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si dari Fakultas Ekologi Manusia IPB University, yang menyoroti pentingnya para penyuluh meningkatkan jejaring informasi untuk mendapatkan inovasi yang telah dihasilkan.
Disertasi yang dibuat Maesti menampilkan lima kebaruan yaitu metode analisis sistem inovasi pertanian yang tepat, kajian peran sumber informasi, analisis kapabilitas petani, perbandingan kapasitas dan kapabilitas petani padi dan bawang merah serta rumusan implikasi kebijakan dan pengembangan ilmu penyuluhan pertanian.
Dr. Muhammad Taufiq Ratulle, Kepala BB Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian dalam kesempatan lain menyampaikan bahwa hasil penelitian dan konsep kebaruan yang disampaikan Maesti saat ini cukup penting dalam mendukung program Kementerian Pertanian khususnya Badan Penelitian Pertanian, dalam menghilirkan inovasinya hingga ke petani.