Bogor, Technology-Indonesia.com – Wabah penyakit hewan menular berbahaya terjadi di dalam dan luar negeri pada beberapa bulan ini. Hal ini mendorong Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melalui Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet) menggelar Focus Grup Discussion (FGD) Kesiapsiagaan Masuk dan Menyebarnya Wabah Penyakit Hewan Emerging dan Re-emerging di Indonesia di Bogor pada Selasa (3/2/2020).
Kepala Balitbangtan dalam sambutan yang dibacakan Kepala BB Litvet, Indi Dharmayanti menjelaskan acara ini digelar untuk mendapatkan masukan terkait antisipasi dalam hal mencegah, mendeteksi dan merespon dengan cepat akan masuk dan menyebarnya wabah penyakit hewan di Indonesia baik itu yang baru (emerging) ataupun penyakit yang sudah ada (re-emerging).
“Saran dan masukan dari para pakar akan sangat bermanfaat bagi Kementerian Pertanian dalam mengamankan produksi peternakan nasional dan memberikan rasa aman masyarakat dari kemungkinan tertularnya penyakit hewan yang dapat menyerang manusia dan penyakit zoonosis,” tutur Indi.
Menurutnya, FGD ini tepat dilaksanakan karena dalam beberapa bulan ini telah terjadi banyak sekali penyakit yang menyebabkan kematian yang tinggi pada ternak di babi terutama disebabkan oleh African Swine Fever (ASF) di beberapa kabupaten di Sumatera Utara. Serta kejadian penyakit antraks di Jawa Tengah dan juga penyakit leptospira yang tidak hanya menyerang korban pada ternak sapi juga manusia.
Setelah itu, wabah penyakit Covid-19 yang mulai mewabah di provinsi Wuhan Tiongkok pada Desember 2019, kini dilaporkan telah menyebar dan mewabah di banyak negara di dunia. “Hingga per tanggal 1 Maret 2020, Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan sebanyak 59 negara di dunia telah mengkonfirmasi adanya penderita infeksi Covid-19,” lanjutnya.
Di Tiongkok, total penderita Covid-19 menjadi 79.968 orang dan diantaranya sebanyak 2.873 orang telah meninggal. Sementara di negara selain Tiongkok telah dikonfirmasi sebanyak 7.169 orang terinfeksi Covid19 dengan kematian sebanyak 104 orang. Selain menyebabkan kematian, kekhawatiran penyebaran Covid-19 ini berdampak multi aspek yang bersifat global.
“Kejadian wabah Covid 19 yang sedang terjadi ini sangat tepat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi kita semua guna memperkuat kesiapsiagaan nasional dalam hal mencegah, mendeteksi dan merespon masuk dan menyebarnya penyakit hewan di Indonesia, baik itu penyakit baru maupun penyakit yang sudah ada di Indonesia yang sewaktu-waktu meletup seperti leptospira, antraks dan penyakit-penyakit lainnya,” terangnya.
Hal ini, menurutnya, sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 tahun 2019 tentang peningkatan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi dan merespon wabah penyakit pandemi global dan kedaruratan nuklir, biologi dan kimia. Dalam menjalankan amanah Inpres tersebut, Balitbangtan telah melaksanakan FGD sosialisasi hasil Litbang veteriner terkait AMR untuk penguatan peran Kementerian Pertanian dalam mendukung National Action Plan Antimicrobial Resistance (NAP AMR) 2020-2024.
“Bahkan sebelum terbitnya Inpres pun Balitbangtan telah menyelenggarakan beberapa FGD dalam rangka penguatan pencegahan, pendeteksian dan merespon penyakit yakni Rabies, Antraks, Brucellosis dan Equine Disease Free Zone (EDFZ) Asian Games 2018,” terangnya.
Kepala Balitbangtan berharap pertemuan ini dapat dijadikan momentum dalam menjalin kerjasama yang erat dan saling mendukung antar institusi di bawah Kementerian Pertanian khususnya, maupun lintas Kementerian dan Lembaga dalam mengatasi permasalahan penyakit hewan termasuk zoonosis di Indonesia.
Saat ini, Balitbangtan memiliki mandat dalam urusan riset di bidang veteriner dan menjadi laboratorium rujukan nasional dalam bidang penyakit hewan. Namun, semua tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa ada kerjasama dengan berbagai pihak, mengingat begitu luas dan kompleknya permasalahan teknis yang terjadi di lapang.
“Dalam mencegah, mendeteksi dan merespon terjadinya wabah perlu pendekatan One Health dengan melaksanakan penelitian terkoordinasi lintas sektor melalui penelitian konsorsium terutama terkait zoonosis,” pungkasnya.