Tangerang Selatan, Technology-Indonesia.com – Program pemerintah melalui Nawacita ke-6 memberikan tekanan khusus pada penguatan daya saing. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menerjemahkan misi tersebut ke dalam penyatuan komponen kegiatan riset, teknologi, dan pendidikan tinggi yang melahirkan riset-riset yang inovatif.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir mengatakan riset yang selama ini dilakukan di Indonesia sebelum Pemerintahan Joko Widodo selalu berada di ranking 4 di Asia Tenggara, di bawah Thailand, Singapura dan Malaysia. Saat itu, ada 5.250 riset Indonesia yang publikasi di internasional, sementara Thailand 9.500 publikasi, Singapura 18.000, dan Malaysia 28.000.
Sesuai kebijakan dan arahan Presiden Joko Widodo, riset-riset harus disederhanakan dalam pertanggungjawaban dan dihilirisasi pada industri. “Sekarang di tanggal 21 Oktober publikasi riset Indonesia sudah diangka 22.222 dan Malaysia diangka 24.045. Sementara Singapura 17.600 dan Thailand 13.200. Kita sudah nomor 2 di Asia Tenggara,” terang Menteri Nasir dalam acara Indonesia Science Expo (ISE) 2018 di Indonesia Convention Exhibition, BSD City, Tangerang Selatan, pada Kamis (1/11/2018).
Indonesia Science Expo yang digelar untuk yang ketiga kalinya ini bertujuan untuk mengkomunikasikan atau memasyarakatkan apa yang telah dilakukan oleh para peneliti dalam bidang riset dan manfaatnya bagi masyarakat.
“Jadi hilirisasi ini sangat penting. Presiden sudah menyampaikan, riset, teknologi, dan inovasi ini menjadi hal yang sangat penting. Karena itu, kami dorong, tapi harus mampu menuju ke industri,” kata Menteri Nasir.
Selain publikasi ilmiah, hasil riset yang dihilirisasi juga mengalami peningkatan. Sebelumnya, hasil riset yang dijadikan industri atau startup ada 106 inovasi tapi hanya 5 yang masuk industri. “Sekarang yang masuk industri 965 baik industri menengah, kecil, atau besar,” tegasnya.
Selain itu, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2018 tentang Rancangan Induk Riset Nasional untuk mengawal riset ke depan agar riset tak lagi berjalan sendiri-sendiri.
Menteri Nasir menyebutkan, dalam RIRN 2015-2045 tersebut ada 10 bidang sesuai kebutuhan industri yaitu pangan dan pertanian, kesehatan dan obat-obatan, teknologi informasi komunikasi, transportasi, material maju, teknologi pertahanan, energi terbarukan, kemaritiman, bencana dan sosial humaniora.
Menristekdikti berharap RIRN ini bisa diwadahi dan dilindungi dalam RUU Sistem Nasional Iptek. “RIRN ini untuk mengawal semua riset di Indonesia yang masih menyebar ke seluruh kementerian dan lembaga yang tidak bisa dikoordinasikan dengan baik,” terangnya
Terkait kolaborasi antara lembaga litbang dengan perguruan tinggi, Menurut Menristekdikti semua sudah berjalan dengan baik, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan lembaga yang lain semua sudah berkolaborasi.
Misalnya, laboratorium LIPI bisa dipergunakan oleh perguruan tinggi atau sebaliknya. LIPI bisa memberikan pengajaran kepada perguruan tinggi bagaimana cara mendesiminasikan pada industri atau inovasi. “Jadi riset-riset itu tidak cukup dipublikasikan, tapi harus ada aspek kepada industri,” paparnya.
Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko mengungkapkan pihaknya membuka seluruh infrastrutur laboratorium serta sumber daya peneliti untuk dimanfaatkan masyarakat.
“Langkah ini kami lakukan untuk mengejar kecepatan menciptakan inovasi. Ide dan kreativitas bisa datang dari mana saja, dengan membuka diri akan membuka inspirasi-inspirasi baru,” terangnya.
Pada pembukaan ISE 2018 tersebut, Menristekdikti menyerahkan penghargaan Peneliti Remaja Berprestasi Internasional dan LIPI Young Scientist Award (LYSA). Menristekdikti mengungkapkan, pihaknya akan mendorong para scientist, dan anak-anak muda agar gemar melakukan penelitian, sehingga riset ke depan semakin baik.