Technology-indonesia.com – Wacana pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Palangkarya kembali menguat. Pakar Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) merekomendasikan pemindahan ibu kota ke wilayah Kalimantan Selatan.
Pakar pembangunan wilayah UGM Lutfi Mutaali menyebutkan daerah yang dipilih menjadi ibu kota negara sebaiknya merupakan daerah atau kota yang memiliki keterbukaan wilayah yang tinggi, terutama berada di alur laut kepulauan Indonesia.
“Sebaiknya dipilih yang memilki keterbukaan wilayah tinggi, terutama di jalur laut. Kalau Palangkaraya inklusivitas wilayahnya cenderung tertutup,” jelas dalam seminar “Kemana Ibu Kota Negara Indonesia akan Dipindah” di Fakultas Geografi UGM, Rabu (30/8/2017).
Selain inklusivitas fisik yang tinggi, Lutfi berpendapat kota yang akan dipilih sebaiknya mempunyai inklusivitas sosial tinggi. Inklusivitas tinggi ditandai dengan keterbukaan terhadap perubahan yang terlihat pada masyarakat homogen.
Dari kedua kriteria tersebut, Lutfi merekomendasikan ibu kota negara di Provinsi Kalimantan Selatan. Wilayah tersebut dinilai memiliki keterbukaan fisik dan sosial yang tinggi dibandingkan dengan Palangkaraya maupun kota lainnya di Pulau Kalimantan.
Pakar Geomorfologi UGM, Junun Sartohadi menambahkan pemilihan ibu kota baru hendaknya memerhatikan risiko bencana di masa depan. Daerah yang dipilih sebaiknya kota atau kabupaten yang memilki risiko bencana rendah.
Pulau Kalimantan dipandang tepat untuk dipilih sebagai tujuan pemindahan ibu kota karena relatif aman dari bencana geofisik seperti gempa maupun letusan gunung berapi. Namun, di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah sebagian besar wilayahnya merupakan lahan gambut rentan terhadap bencana kebakaran.
“Kalau dari analisis risiko bencana wilayah yang cocok dijadikan ibu kota di bagian depan Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan,” katanya.
Guru Besar Bidang Pembangunan Regional UGM, Baiquni mengatakan kunci pengembangan ibu kota adalah adanya relasi yang sinergis antara kota dan desa. Pasalnya, selama ini hubungan yang terjadi adalah tidak simestris antara kota dan desa.
“Ibukotanya itu ya desa. Jadi konsepnya pemindahan ibu kota adalah memindahkan pembangunan yang bisa menumbuhkan kota di desa-desa,” tuturnya.
Sementara pakar pembangunan wilayah Fakultas Geografi UGM, R. Rijanta mengatakan pemindahan ibu kota sebaiknya bukan hanya didasarkan faktor Jakarta yang macet dan semrawut. Pemindahan ibu kota tidak akan menjadi solusi atas persoalan tersebut.
“Pemindahan ibu kota ini seyogianya untuk koreksi kesenjangan nasional, bukan hanya untuk mengurai keruwetan Jakarta,” jelasnya.
Menurutnya, yang harus menjadi arus utama dalam pembuatan keputusan nasional pemindahan ibu kota adalah untuk mengurangi kesenjangan nasional. Selain itu juga didasarkan pada tujuan untuk mengeliminasi kemiskinan.