JAKARTA – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenritekdikti) telah mengembangkan Pusat Unggulan Iptek (PUI) sebagai upaya peningkatan pemanfaatan produk-produk iptek hasil karya dalam negeri. Program PUI mendorong lembaga litbang mampu menghasilkan berbagai produk unggulan iptek berbasis demand/market driven.
Direktur Lembaga Litbang Kemenristekdikti, Kemal Prihatman mengatakan mekanisme pembinaan PUI telah dikembangkan dengan fokus pada penguatan Sourcing – Absorptive Capacity, penguatan R&D Capacity, dan penguatan Disseminating Capacity. “Melalui ketiga penguatan tersebut telah terjadi penguatan kapasitas dan kapabilitas lembaga litbang unggul baik dalam peningkatan kualitas manajemen litbang maupun indikator output,” kata Kemal dalam Rapat Kerja (Raker) Pengembangan PUI Tahun 2017, di Jakarta, Rabu (8/2/2017).
Menurut Kemal, sepanjang 2016 telah tercapai indikator PUI unggul diantaranya: 253 undangan menjadi pembicara dan pemakalah pada konferensi Internasional; 291 publikasi jurnal nasional terakreditasi; 149 publikasi jurnal Internasional; 33 lulusan S3 sesuai fokus riset unggulan; 40 paten baik yang granted maupun terdaftar; 196 kerjasama riset; serta 1.014 kerjasama non riset. “Yang menggembirakan adalah terwujudnya 128 kontrak bisnis dengan industri dalam rangka hilirisasi produk unggulan lembaga,” ungkapnya.
Kemal melanjutkan, dalam proses seleksi PUI tahun 2016 telah dihasilkan 23 lembaga litbang, 3 diantaranya langsung ditetapkan sebagai PUI dan 20 lembaga lainnya untuk dibina menjadi PUI. Sehingga jumlah keseluruhan menjadi 68 PUI, terdiri dari 48 PUI Litbang dan 20 PUI Perguruan Tinggi (PUI PT).
Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek Dikti Kemenristekdikti, Patdono Suwignjo dalam sambutannya mengatakan target pencapaian pembinaan PUI sudah tercapai. Namun, dirinya berharap penelitian-penelitan yang dihasilkan PUI dapat bermanfaat langsung bagi masyarakat luas melalui produksi dan pemasaran massal (hilirisasi). Penelitian tidak hanya berakhir di publikasi, tegasnya.
“Publikasi penelitian bagi peneliti merupakan hasil pencapaian yang luar biasa. Tapi bagi pemerintah itu untuk masyarakat tidak ada apa-apanya. Karena mereka ingin tahu dana yang dikeluarkan bagi penelitian itu manfaatnya apa. Maka salah satu program prioritas Kemenristekdikti itu adalah hilirisasi inovasi,” ujarnya.
Patdono menjelaskan penelitian bisa diproduksi massal jika telah mencapai Technology Readiness Level (TRL) 9. “Untuk bisa menghasilkan produk yang dipasarkan secara massal perjalanannya masih panjang, termasuk dari aspek kelembagaannya. Sebuah penelitian dari TRL 6 untuk bisa mencapai TRL 9 itu berbeda baik dari jangka waktu, dana, dan sumberdaya yang terlibat berbeda,” imbuhnya.
Pada 2017, Kemenristekdikti akan mengembangkan serangkaian langkah strategis untuk memperkuat asistensi teknis dan fasilitasi bagi lembaga PUI. Upaya penguatan ini mencakup percepatan perolehan akreditasi pranata litbang dari KNAPPP, dukungan pembentukan PUI terpilih menuju Kawasan Sains dan Teknologi, fasilitasi penguatan sinergi antar lembaga PUI, fasilitasi penguatan jaringan dengan industri, hingga peningkatan jaringan kerja sama hilirisasi produk unggulan skala internasional.
Raker PUI selama dua hari ini antara lain bertujuan meningkatkan pemahaman lembaga terkait skema, mekanisme dan tahapan pelaksanaan kegiatan pengembangan PUI guna mendukung hasil kinerja lembaga yang unggul, inovatif, dan berdaya saing. Serta menguatkan sinergi pelaksanaan kegiatan pengembangan PUI melalui pembahasan rencana kerja serta sinkronisasi capaian output.
Berita terkait : PUI Potensial Dikembangkan Menjadi Science Techno Park