Indonesia Bisa Jadi ‘Satria Piningit’ Asia

Indonesia butuh perubahan mendasar untuk memajukan inkubator bisnis. Dibandingkan negara India dan Cina Indonesia tertinggal jauh. Demikian halnya di  Jepang, Korea Selatan, Brazil, Taiwan dan Thailand negara tersebut telah menunjukkan keberhasilan inkubator bisnis dalam mengembangkan wirausaha-wirausaha baru berbais produk jasa inovatif.

Di Indonesia saat ini tenant yang berhasil keluar menjadi usaha baru dari inkubator bisnis jumlahnya belum mencapai 100 tenant dan belum terdengar terdapat tenant yang melakukan aplikasi patent atas hasil inovasinya. Bandingkan dengan Cina yang pada 2008 sudah memiliki inkubator bisnis sebanyak 600 yang telah menginkubasi 40.639 dan telah menghasilkan aplikasi patent sebanyak 17.225.

Hal itu mengemuka dalam diskusi inkubator bisnis yang mengambil tema “Peranan Pemerintah Dalam Program Pengembangan Inkubator Bisnis”. Deputi Pengkajian Sumber Daya UKMK Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Ir. I Wayan Dipta, MSc sebagai pembahas menyebut beberapa faktor yang menyebabkan inkubator bisnis seperti jalan di tempat.

“Paling penting adalah tidak adanya payung hukum yang jelas mengenai aturan inkubator bisnis sehingga kemajuannya hanya sekadar mimpi. Selain itu di Indonesia ini penyelenggaraan inkubator bisnisnya masih mengandalkan proyek sehingga tidak bisa menjamin keberlansungannya,” kata Wayan di sela diskusi inkubator bisnis di Jakarta (24/1).

Selain itu menurut Wayang kebijakan yang kerap berganti seiring pergantian pemimpinnya menjadi alasan kuat lemahnya perkembangan inkubator bisnis di tanah air.

“Seharusnya kemajuan usaha kecil menengah harus menjadi komitmen para pemimpinnya baru bisa berhasil. Seperti di pemimpin Brunei Darussalam  yang sangat mendukung kemajuan inkubator bisnis sehingga baru dua tahun dijalankan Brunei sudah memiliki empat inkubator bidang TI dan animasi yang maju,” tambahnya.

Sementara pakar inkubator bisnis Prof.Dr.Ir Hadi K Purwadaria, MSc mengatakan keberadaan inkubator bisnis di Indonesia masih bergantung pada dana sponsor sehingga kegiatan inkubator bisnis akan berhenti jika tidak ada dukungan dari sponsornya lagi.

Hadi Purwadaria juga menilai di Indonesia, Techology Park yang ada tidak melakukan kegiatan inovasi teknologi namun lebih banyak adalah menggunakan lisensi dari luar negeri.

Selain fasilitas yang belum memadai, tingkat kompetensi yang belum memadai serta pengelolaannya yang masih secara terus menerus dibina. Terutama peranan pemerintah sebagai pemangku kepentingan utama bagi inkubator bisnis yang belum memiliki program pembinaan inkubator bisnis secara khusus dan berkesinambungan.

Belajar dari pengalaman negara-negara yang sudah berkembang inkubator bisnisnya. Pemerintah pusat maupun daerah merupakan pihak yang memegang peranana penting dalam melakukan pembinaan inkubator bisnis. Karenanya pemerintah turut menikmati keberhasilan dalam menghasilkan wirausaha baru melalui kontribusi pajak, penyerapan tenaga kerja serta peningkatan nilai tambah produk dan perumnbuhan PDB.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author