Jakarta, Technology-Indonesia.com – Sumber daya laut Indonesia yang kaya dan potensial harus diikuti dengan pemahaman publik guna menjaganya dengan baik. Pemahaman terbentuk dari pendidikan yang didapatkan sedini mungkin.
Deputi Bidang Maritim dan Sumber Daya Alam – Kementerian PPN/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Vivi Yulaswati mengatakan selama ini laut Indonesia dengan potensi luar biasa agak terlupakan untuk digarap secara optimal.
“Algae kita sangat banyak, rumput laut kita terbesar di dunia, selain pastinya ikan yang nantinya akan menjadi sumber blue food, farmakologi, dan lainnya. Tentunya diperlukan banyak research dan kita tidak perlu memulai dari nol, karena negara lain telah melakukan eksplorasi, studi, dan sebagainya,” ujar Vivi di Jakarta, Selasa (4/4/2023).
Vivi mengatakan, Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) terutama regional Western Pacific (WESTPAC) sangat baik sebagai kesempatan untuk saling belajar satu sama lain. Program IOC WESTPAC mengupayakan akselerasi ke depan supaya laut Indonesia betul-betul bisa mendorong membantu Indonesia tumbuh cepat setelah Covid-19.
Selain Bappenas, pihak lain yang tak kalah penting adalah Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) yang berperan sebagai pintu dari UNESCO ke pemerintah Indonesia dan sebaliknya. Peran KNIU dalam IOC WESTPAC sebagai mediator yang mengumandangkan pentingnya pelestarian dan penyehatan laut Indonesia karena 70% wilayah Indonesia adalah laut.
Penguatan Literasi Sejak Dini
Mengenai pendidikan kelautan di Indonesia, terdapat pendidikan formal dan informal. Menurut Vivi, ke depan pendidikan formal perlu dikembangkan lebih lebih banyak, terutama yang ke arah vokasi, penguatan industri kapal, bio prospekting, dan biomaterial.
Ia menyatakan, banyak hal hal lain yang mungkin belum umum atau belum kita kenal, sangat terbuka untuk dikembangkan lebih lanjut.
Budaya maritim, menurut Vivi, sebetulnya sudah ada di daerah kita semuanya. Ia menekankan bahwa menumbuhkan cinta laut supaya tidak membuat laut menjadi kotor, tidak buang plastik sembarangan yang akhirnya ke laut juga, dimulai dari rumah (keluarga), dari pendidikan yang non formal.
“Ke depan akan banyak berbagai pihak untuk Bersama-sama membersihkan dan pada akhirnya laut jadi potensi kita terbesar ke depan,” imbuhnya.
Ketua KNIU, Itje Chodidjah menegaskan, KNIU akan menyiarkan kembali pentingnya penguatan literasi laut bagi bagi seluruh bangsa Indonesia, mengingat Indonesia adalah negara maritim dengan 70% wilayah adalah air.
“Ocean Literacy di Indonesia menjadi perhatian saya beberapa saat setelah saya mengenal IOC dan berbincang dengan Focal Point IOC Indonesia,” tuturnya.
Menurut Itje, masyarakat perlu mendapatkan materi-materi yang lebih populer, tulisan-tulisan, dan bacaan yang bisa diberikan kepada masyarakat awam.
“Banyak sekali pemahaman pengetahuan dari riset- riset tentang kelautan ini yang sudah ditulis tetapi bahasanya bahasa science yang mana tidak semua orang akan tertarik dan tidak akan langsung mengerti pentingnya menjaga kelestarian dan kesehatan laut,” bebernya.
Ia berharap sumbangan yang paling besar adalah hasil-hasil penelitian tentang kelautan, berita berita tentang kelautan ini lebih dipopulerkan bahasanya, sehingga mudah dipahami oleh orang awam.
“Demikian juga produksi-produksi materi-materi bacaan yang lebih friendly untuk anak-anak, karena tidak bisa pengembangan literasi kelautan ini tiba-tiba dikenalkan di kampus, tetapi dimulai dari usia sekolah dasar,” urainya.
Laut adalah bagian dari kehidupan. Bukan hanya sekedar fisik, laut untuk rekreasi misalnya, melainkan perannya terhadap seluruh kehidupan dan penjagaan iklim. “Itu yang yang menjadi perhatian kami untuk dapat menyumbang penguatan literasi kelautan di Indonesia. Artinya urgensinya itu sangat tinggi, sangat tinggi,” ujarnya.
Pengenalan literasi masyarakat tentang laut, menurut Itje, masih tahap tahap awal. “Kita lihat timbunan sampah yang ada di laut itu masih masih menjadi concern tinggi pada saat ini. Mengapa? Karena kesadaran masyarakat yang rendah. Nah, pihak yang paling besar untuk mempopulerkannya adalah sekolah,” cetusnya.
Penumbuhan perhatian ada di level sekolah karena sekolah sebagai tempat yang paling mudah untuk mendidik anak-anak. Tidak hanya mendidik melalui bacaan literasi, tetapi juga pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA).
Pelajaran IPA itu menurutnya masih belum mengedepankan pentingnya untuk menjaga memelihara laut, kesadaran akan menjaga kepentingan, kehidupan melalui laut. termasuk eksplorasinya, kepentingan ekonominya, sosial, science, dan climate change.
Secara khusus, mengenai Ocean Literacy, Itje menjelaskan bahwa konsep itu belum ada. Tetapi dalam rangka pertemuan IOC WESTPAC dirinya berjanji akan menyiarkan pentingnya literasi kelautan.
Itje berharap dirinya memiliki keluasan untuk menulis tentang sangat pentingnya menggugah kesadaran para pemangku kepentingan pendidikan untuk mulai mengenalkan literasi kelautan kepada masyarakat, terutama di sekolah melalui guru dan siswa.
Ia juga berharap Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mempopulerkan bahasa seluruh hasil penelitian tentang kelautan, kalau perlu membangun materi-materi sederhana untuk memancing Kemdikbudristek dan pihak-pihak yang terkait untuk mulai menyadari pentingnya memasarkan literasi kelautan.
“Sebenarnya sesimpel bacaan fiksi bacaan cerita yang yang mengangkat laut. Itu bisa dipopulerkan melalui cerita di mana anak anak-akan tidak terasa mereka diajak berpikir untuk memikirkan laut. Sesimple itu sebenarnya tidak perlu pelajaran yang tinggi-tinggi, lebih menekankan pada metodenya,” urainya.
Tentang substansinya, menurutnya, itu bisa diatur, misalnya memilih topik yang paling dekat dengan kehidupan untuk anak usia dini. Ia mencontohkan, mengenalkan cerita untuk anak usia dini dan SD.
“Kenalkan anak-anak usia dini dengan hal yang paling dekat dengan kehidupan, misalnya sampah. Kita latih anak berpikir kritis. Ketika mereka mematuhi untuk menjaga melestarikan laut itu bukan karena disuruh, tetapi karena kesadaran yang digugah sejak kecil,” pungkasnya. (Sumber brin.go.id)