BRIN Kembali Kukuhkan Empat Profesor Riset

TechnologyIndonesia.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali mengukuhkan empat profesor riset dalam Sidang Terbuka Orasi Pengukuhan Profesor Riset di Auditorium Soemitro Djojohadikoesoemo, Gedung BJ Habibie, Jakarta, Rabu (14/8/2024).

Keempat kandidat profesor riset tersebut berasal dari kepakaran berbeda, yaitu Ahmad Sofyan (Kepakaran Imbuhan Pakan Ternak), Yusuf Nur Wijayanto (Kepakaran Teknologi Gelombang Mikro dan Fotonika), Natalia Maulani Nursam (Kepakaran Teknologi Sel Surya), dan Widi Astuti (Kepakaran Metalurgi Proses).

Wakil Kepala BRIN, Amarulla Octavian mengatakan bahwa profesor riset merupakan gelar yang dicapai oleh seorang periset atas kecakapan dan profesionalisme yang telah terbukti nyata memberikan kontribusi signifikan dalam bidang keilmuwan sesuai bidang kepakaran yang ditekuninya, serta memiliki pengaruh yang substansial dalam pengembangan riset dan inovasi.

“Gelar profesor riset mencerminkan prestasi akademik dan profesional yang tinggi serta komitmen yang mendalam terhadap penelitian dan inovasi, khususnya pada Badan Riset dan Inovasi Nasional. Profesor riset juga memiliki tanggung jawab besar sebagai teladan dan inspirator bagi periset lainnya,” ujar Amarulla saat membuka Sidang Terbuka Orasi Pengukuhan Profesor Riset pada Rabu (14/8/2024).

Lebih lanjut Amarulla menyampaikan, tantangan dunia riset bagi seorang professor riset sangat kompleks dan beragam. Tidak hanya fokus pada capaian riset yang berkualitas, professor riset juga dihadapkan pada beberapa persoalan penting lainnya yaitu menghasilkan riset yang memiliki manfaat nyata baik dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun aplikasinya di masyarakat.

“Riset yang dilakukan harus memenuhi standar akademik yang tinggi, secara internasional diakui dan mampu memberikan kontribusi baru dalam bidang keilmuan sekaligus banyak inovasi,” tuturnya.

Selain berfokus pada penelitian, profesor riset seringkali memegang posisi kepemimpinan dalam institusi riset. Karena itu, profesor riset harus mampu menjadi mentor dalam pembimbingan kader ilmiah kepada para periset muda lainnya yang tidak hanya berfokus pada aspek teknis tapi juga pada pengembangan karakter dan etika ilmiah.

Dalam dunia riset yang semakin terhubung, menurut Amarulla, profesor riset harus mampu berkolaborasi dengan mitra dari dalam negeri maupun luar negeri untuk dapat mempercepat kemajuan riset di Indonesia.

“Tak kalah penting adalah mampu menjawab permasalahan sekaligus memberikan solusi bagi bangsa Indonesia sesuai bidang dan kepakarannya,” imbuhnya.

Ketahanan Pangan dan Energi

Ketahanan pangan dan energi menjadi fokus utama pemerintah. Untuk mendukung program tersebut, BRIN berupaya mendorong hasil-hasil riset menjadi solusi permasalahan pangan dan energi.

Ahmad Sofyan salah satu Peneliti Ahli Utama BRIN secara konsisten aktif melakukan penelitian bidang pakan dan nutrisi ternak. Pada kesempatan tersebut ia menyampaikan orasi berjudul: Imbuhan Pakan Berbasis Mikroba dan Tanaman dalam Mendukung Pembangunan Peternakan Berkelanjutan di Indonesia.

Pria kelahiran Pati pada 5 Oktober 1979 itu mengembangkan imbuhan pakan ternak berbasis mikroba dan tanaman dari sumber keanekaragaman hayati Indonesia sehingga diperoleh teknologi kunci dalam seleksi, preparasi dan optimasi untuk memperoleh sediaan dan produk imbuhan pakan lokal. Hal ini berguna dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas produk ternak.

“Pengembangan imbuhan pakan ini ditujukan untuk mendukung upaya pemerintah meningkatkan pemenuhan kebutuhan imbuhan pakan dan ketahanan pangan hewani nasional,” ungkap Sofyan.

Menurutnya, optimalisasi penggunaan pakan dalam mendukung produktivitas ternak yang efisien perlu dilakukan dengan penambahan imbuhan pakan (feed additive).

Pengembangan riset imbuhan pakan berbasis mikroba dan bioaktif tanaman sebagai pengganti antibiotic growth promoters (AGPs) tidak hanya berpengaruh positif pada kecernaan bahan pakan dan produktivitas ternak, namun juga memiliki efek fungsional dalam meningkatkan kualitas produk daging, telur dan susu, serta berimplikasi pada peningkatan nilai ekonomi budidaya ternak.

Sementara itu, Yusuf Nur Wijayanto menyampaikan orasi berjudul: Divais Microwave dan Fotonika untuk Mendukung Teknologi Nirkabel Pita Lebar.

Pria kelahiran Sragen, 10 April 1980 itu mengungkap alasan melakukan riset tersebut. Menurutnya, saat ini kebutuhan masyarakat dalam layanan telekomunikasi berkecepatan tinggi dan penginderaan beresolusi tinggi.

“Dengan penggunaan teknologi digital saat ini, masyarakat membutuhkan layanan telekomunikasi berkecapatan tinggi. Maka diperlukan teknologi pita lebar yang memberikan kapasitas besar untuk transfer data dan informasi,” jelas Yusuf

“Teknologi pita lebar ini salah satunya dapat dengan memanfaatkan teknologi gelombang mikro (microwave) dan fotonika termasuk dengan divais pendukungnya sebagai antarmuka dari kedua teknologi tersebut,” imbuhnya.

Dikatakan Yusuf, Divais microwave dan fotonika ini dapat menerima gelombang mikro nirkabel oleh antena gelombang mikro dan mengubahnya menjadi gelombang cahaya oleh modulator optik. Pengembangan divais ini telah dilakukan dengan berbagai struktur yang mempunyai keunggulan masing-masing.

Menurutnya, dalam pengembangan divais ini ada beberapa tantangan yang dihadapi adalah optimalisasi untuk meningkatkan efektifitasnya serta membuka peluang pemanfaatannya untuk aplikasi yang memerlukan jaringan nirkabel pita lebar kedepannya.

Karena itu pengembangan divais microwave dan fotonika menjadi bagian penting untuk menyediakan layanan jaringan nirkabel pita lebar dan memenuhi kebutuhan masyarakat di masa mendatang.

Selanjutnya, Natalita Maulani Nursam yang menyampaikan orasi berjudul: Teknologi Sel Surya Generasi Ketiga sebagai Energi Alternatif Masa Depan.

Perempuan yang meraih gelar doktor bidang Chemistry dari The University of Melbourne tahun 2016 itu secara konsisten aktif melakukan penelitian terkait pengembangan material dan divais sel surya, khususnya teknologi sel surya generasi ketiga yang berbasis pewarna tersensitasi maupun berbasis material perovskite.

“Teknologi sel surya ini memiliki keunggulan berupa proses fabrikasi yang lebih sederhana serta mampu bekerja secara efisien pada berbagai kondisi cahaya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi pada berbagai aplikasi elektronik yang selama ini belum mampu dipenuhi oleh sel surya generasi pendahulunya,” bebernya.

Berbagai riset dan inovasi telah ia lakukan dalam mengoptimasi performa sel surya generasi ketiga tersebut, termasuk rekayasa dan scale-up untuk mendukung proses adaptasinya menuju skala industri agar nantinya dapat lebih banyak termanfaatkan sebagai energi terbarukan masa depan berbasis zero carbon.

Selain itu, sel surya generasi ketiga juga memiliki potensi pemanfaatan pada berbagai aplikasi elektronik yang selama ini belum mampu dipenuhi oleh sel surya berbasis silikon dengan keterbatasan karakteristiknya.

“Tantangan yang dihadapi oleh industrialisasi sel surya generasi ketiga saat ini diantaranya berkaitan dengan efisiensi dan kestabilan. Karena itu, pengembangan teknologi sel surya generasi ketiga menjadi suatu urgensi untuk mendorong pemanfaatan dan komersialisasinya di masa depan,” ungkapnya.

Sedangkan, Widi Astuti menyampaikan orasi berjudul: Pemanfaatan Konsep Pengolahan Tuntas untuk Hilirisasi Mineral Kritis Indonesia yang Berkelanjutan dalam Rangka Mendukung Program Transisi Energi Nasional.

Perempuan yang meraih gelar Doktor bidang Earth Resources Engineering dari Kyushu University itu aktif melakukan penelitian terkait pengembangan teknologi pengolahan dan pemurnian mineral.

Berbagai riset dan inovasi yang telah Widi lakukan juga bertujuan untuk mendukung upaya pemerintah meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk memenuhi kebutuhan material logam kritis pada berbagai program strategis dan industri nasional.

“Transisi ke energi ramah lingkungan sebagai kunci untuk mengatasi perubahan iklim global membutuhkan bahan mineral lebih banyak dibandingkan energi berbasis bahan bakar fosil, sehingga pasokan mineral kritis yang berkelanjutan sangatlah penting,” katanya.

Untuk itu, lanjut Widi, diperlukan paradigma baru dalam pengelolaan sumber daya mineral yang berkelanjutan di Indonesia yaitu konsep pengolahan tuntas yang berbasis pada pengertian bahwa semua mineral dan logam yang terkandung dalam suatu bahan mineral ditargetkan sebagai produk, dan tidak ada mineral atau logam yang dianggap sebagai limbah.

“Konsep ini secara simultan juga meminimalisir limbah hilirisasi mineral serta terjadi proses ekonomi sirkular di mana sisa hasil pengolahan diolah lebih lanjut menghasilkan produk berharga yang mendukung peningkatan tingkat komponen dalam negeri TKDN untuk program transisi energi,” tandasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author