BPPT Dukung Kemandirian Industri Gula Nasional

alt

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Industri gula Indonesia pernah mencapai puncak produksi pada 1929 dan menjadi negara pengekpor gula terbesar ke-2 di dunia. Permasalahan yang kompleks, baik off-farm, on-farm, dan suprastruktur pendukungnya, menyebabkan produksi gula terus menurun. Pada 2009, produksi gula nasional hanya sekitar 2,7 juta ton. Indonesia harus mengimpor gula sekitar 2,2 juta ton.
 
Berbagai program telah dilaksanakan pemerintah untuk mengatasi persoalan ini, namun hasilnya belum sesuai harapan. Pemerintah pada 2010 mencanangkan Program Revitalisasi Industri Gula Nasional (PRIGN) untuk mewujudkan industri gula nasional yang mandiri, berdaya saing, serta memenuhi kebutuhan dalam negeri.
 
Direktur Pusat Teknologi Industri Permesinan – BPPT, Barman Tambunan mengatakan hingga kini Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) aktif dalam 11 kegiatan dari 22 program aksi PRIGN. Satu kegiatan utamanya adalah desain konseptual pabrik gula modern berkapasitas 10.000 ton cane per day (TCD).
 
Menurut Barman untuk mengantisipasi kebutuhan gula nasional yang terus meningkat diperlukan usaha holistik baik dari sisi on-farm maupun off-farm, untuk menuju swasembada gula nasional. Karena itu perlu adanya penguasaan teknologi Industri gula mulai dari kliring teknologi, audit teknologi, dan inovasi teknologi di industri gula nasional yang mencakup teknologi proses, diversifikasi produk, dan turunannya. 
 
BPPT telah bekerja sama dengan PTPN XII dalam kaji terap FEED (Front-End Engineering Design) pabrik gula modern, terintegrasi, dan terpadu dengan kapasitas kapasitas 6000 ton cane per day (TCD). FEED ini menjadi referensi teknis dari desain pembangunan pabrik gula Glenmore (PT. IGG), Banyuwangi, Jawa Timur. Pembangunan pabrik gula PT IGG telah melalui tahap testing dan comissioning, serta telah beroperasi pada 2017.
 
“Kita membuat FEED supaya para investor tahu bahwa kita sudah mampu menggunakan desain di dalam negeri dengan memanfaatkan sebesar-besarnya komponen industri yang ada di dalam  negeri. Saat mendesain kita juga melakukan pemetaan terkait kemampuan industri yang ada di dalam negeri. Kalau desainnya dibuat di luar negeri, mereka akan mengacu pada teknologi yang ada di sana,” terang Barman di sela-sela Dialog Nasional dan Peluncuran Buku Standar Desain Pabrik Gula Merah Putih, di Auditorium Gedung 2 BPPT, Jakarta, Selasa (20/3/2018).
 
Saat ini, BPPT sudah melakukan kliring teknologi dengan memilih teknologi yang sesuai dengan kondisi di Indonesia. BPPT juga sudah menghitung kemampuan atau kapasitas gilingnya sesuai dengan kemampuan yang ada di Industri. “Dengan kita menguasai FEED dan DED (Detail Engineering Design), kita bisa mengoptimalkan tingkat kandungan dalam negeri,” lanjutnya.
 
Menurut Barman, TKDN dari FEED pabrik gula rancangan BPPT sudah mencapai 51%.  Komponen yang masih impor adalah turbin, boiler, dan gilingan. Barman berharap komponen tersebut bisa diproduksi di dalam negeri. 
 
“Kita yakin industri dalam negeri mampu. Itu akan meningkatkan sampai 13%. Kita berharap nanti kalau ada pembangunan pabrik gula baru, TKDNnya bisa sekitar 62-63 persen,” ungkapnya.
 
Barman mengatakan, sebenarnya banyak industri dalam negeri yang mampu membuat boiler. Namun untuk memenuhi kebutuhan pabrik gula, kapasitas boiler tertentu harus disesuaikan. Boiler untuk pabrik gula sifatnya juga khusus karena menggunakan bahan baku dari ampas tebu. Jadi kekuatannya harus disesuaikan dan menggunakan material khusus.
 
“BPPT sudah melakukan penelitian terkait gula sejak 2001. Tapi khusus pembuatan FEED mulai tahun 2012 – 2013. Jadi ini sudah berjalan sekitar 4-5 tahun lalu,” lanjut Barman. 
 
Ke depan, pihaknya berharap Kementerian Perindustrian mendorong lahirnya satu Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait proses, komponen, peralatan, dan lain-lain sebab pabrik gula merupakan pabrik yang terintegrasi dari berbagai macam stasiun-stasiun, mulai dari stasiun gilingan, masakan, pemurnian, dan lain-lain.
 
“Pembuatan standar ini akan melibatkan berbagai macam stakeholder. Jangan sampai kita membuat standar, tapi melebihi kemampuan yang ada di Industri dalam negeri,” terangnya.
 
Dalam kesempatan tersebut, Direktur PT Industri Gula Glenmore (PT IGG), Yus Martin mengatakan PT IGG tidak hanya menghasilkan gula tetapi juga turunannya. Saat ini PT IGG menghasilkan gula dengan kapasitas 6000 TCD dan nantinya akan ditingkatkan menjadi 8000 TCD. 
 
Untuk produk turunannya, ada pabrik pupuknya menghasilkan pupuk organik 70 ton/hari menggunakan bahan baku limbah pabrik (blotong). Nantinya juga dibangun pabrik bioetanol berkapasitas 90 kilo liter/hari dengan menggunakan bahan baku tetes tebu produksi sendiri. Serta pabrik pakan iklan berkapasitas 70 ton/hari menggunakan bahan baku pucuk tebu. 
 
Selain itu ada pembangkit listrik tenaga uap berkapasitas 20 MW dengan bahan baku ampas tebu. Dari kapasitas tersebut 14 MW dipakai untuk operasional pabrik. Sisanya 6 MW bisa dijual ke PLN.
Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author