Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) bersama Departemen Bisnis, Energi dan Strategi Industri Inggris melalui Newton Fund menyiapkan Rp 37 miliar untuk mendanai enam penelitian terbaik di bidang penyakit menular untuk jangka waktu tiga tahun.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan kolaborasi antar negara merupakan sebuah keniscayaan untuk mencapai Indonesia maju dan sejahtera. Menristekdikti menargetkan kolaborasi antara peneliti Indonesia dengan peneliti Inggris perlu meningkat agar riset di Indonesia dapat menghasilkan lebih banyak paten dan prototipe.
“Saya katakan tanpa kolaborasi tidak mungkin Indonesia akan maju. Kalau ingin maju, kita harus terbuka. Keterbukaan dan transparansi ini menjadi penting,” ungkap Menristekdikti saat peluncuran kerjasama riset penyakit menular Indonesia – Inggris melalui Program Newton Fund antara Medical Research Council (MRC) dan Kemenristekdikti, di Jakarta, Senin (13/5/2019).
Menristekdikti mengungkapkan kinerja riset, publikasi dan paten Indonesia menunjukkan tren yang sangat menggembirakan. Namun demikian hal tersebut tidak cukup, hasil riset harus mampu dihilirisasi agar dapat memberikan dampak bagi perekonomian masyarakat dan negara.
“Jumlah paten di Indonesia saat ini sudah mencapai 2.842. Namun ini tidak cukup, hasil riset juga harus dapat dikomersialisasikan agar memiliki dampak ekonomi. Ini yang kita dorong. Saya meminta kepada Bapak Duta Besar agar kerjasama riset ini harus bisa diterapkan di dunia industri, agar memiliki dampak secara ekonomi,” ulasnya.
Kerjasama Indonesia dan Inggris dalam bidang kesehatan, lanjutnya, bertujuan menghasilkan terobosan dalam bidang penyakit menular (infectious diseases). Hasil kolaborasi ini akan meningkatan ketahanan dan kesiapan Indonesia dalam menangani penyakit menular yang mematikan, termasuk melalui intervensi kebijakan maupun pengembangan teknologi farmasi dan inovasi alat medis.
Indonesia memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap potensi penyakit menular seperti tuberkulosis, HIV, malaria dan demam berdarah. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat sebanyak 16.692 kasus demam berdarah di Indonesia per 3 Februari 2019. Menristekdikti berharap hasil riset ini dapat menghasilkan inovasi di bidang kesehatan dan obatan serta ada pemanfaatan dalam dunia usaha dan industri.
Sebelumnya, Kemenristekdikti telah melakukan Join Working Group (JWG) dengan pemerintah Inggris dan perwakilan perguruan tinggi Inggris yang dipimpin oleh Duta Besar Inggris Moazzam Malik di Gedung D Kemenristekdikti pada Jumat (10/5/2019) yang menghasilkan beberapa poin kerja sama. Salah satunya adalah kunjungan dosen atau staff mobility antara Inggris dengan Indonesia.
“Staff mobility dosen Indonesia ke luar negeri untuk meningkatkan kemampuan melalui post doktoralnya. Dosen dari Kerajaan Inggris ke Indonesia untuk berkolaborasi, membantu guru besar di Indonesia dalam bidang riset dan edukasi,” ungkap Menteri Nasir.
Dalam kesempatan tersebut, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, ASEAN dan Timor Leste, Moazzam Malik mengatakan bahwa ancaman penyakit menular sangat tinggi di Indonesia dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat dan juga perekonomian nasional. Melalui kerja sama yang erat, ilmuwan terbaik Inggris dan Indonesia berkontribusi mengurangi tingkat kerawanan penyakit menular.
“Newton Fund dan Kemenristekdikti, dalam kemitraannya berkomitmen untuk mendanai riset riset kolaborasi berskala internasional yang dapat memberikan kontribusi positif baik secara sosial maupun ekonomi,” ujar Moazzam.
Menurutnya, bidang sains dan riset Inggris menempati posisi kedua dunia, 54% hasil penelitiannya masuk ke dalam kategori terbaik dunia. Selain itu, hasil riset Inggris dikutip lebih banyak, bila dibandingkan dengan hasil riset negara lainnya. Sebanyak 38% peraih Nobel memilih untuk bersekolah di Inggris.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Muhammad Dimyati menyatakan Pemerintah Indonesia melalui Kemenristekdikti memilih Inggris sebagai mitra kerjasama dikarenakan kualitas hasil penelitiannya merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Kemitraan ini dapat memperkuat kerjasama sains kedua negara serta meningkatkan kesiapan Indonesia dalam menangani penyakit menular yang mematikan.
“Kami sangat terbuka dengan kerja sama penelitian baik secara bilateral maupun multilateral, namun kami tetap mengedepankan equal partnership demi usaha pengembangan keilmuan dan peningkatan kapasitas peneliti,” kata Dimyati.
Kolaborasi riset ini, lanjutnya, mendukung Prioritas Riset Nasional 2020-2024 dalam fokus riset kesehatan obat, terutama di bidang kerjasama multi-sektoral. “Kami harap keenam riset yang dipilih ini akan membangun kekayaan ilmu pengetahuan bidang kesehatan, dimana kesiapan terhadap potensi penyakit menular di Indonesia dapat lahir dan berkembang dari penelitian- penelitian ini,” pungkasnya.