Data dan informasi sosial, ekonomi, serta sumberdaya kelautan dan perikanan dapat ditulis dalam bentuk novel. Proses kreatif ini merupakan cara lain dalam mendiseminasikan hasil riset agar bisa menjangkau lebih luas.
Hal tersebut dikatakan Dr. Tukul Rameyo Adi, Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) Balitbang KP saat membuka Bedah Novel Rindu Terpisah di Raja Ampat (RTRA) karya Kirana Kejora di Auditorium Gedung Balitbang KP2, Jakarta, Rabu (22/4). “Bedah novel ini merupakan pembelajaran bagaimana hasil penelitian bisa dikemas dengan cara menarik,” lanjutnya.
Pada kesempatan itu, Kirana Kejora mengungkapan proses kreatif di balik penulisan novel RTRA. Menurutnya, RTRA merupakan novel pertama berbasis perikanan yang ditulis seorang sarjana perikanan. “Saya menulis berdasarkan apa yang saya lihat, dengar, dan rasakan ditambah unsur fiksi,” kata Kirana.
Novel RTRA merupakan hasil riset Kirana di beberapa perairan Papua Barat. Peneliti Sosek Perikanan Universitas Brawijaya (1991-1993) ini memilih Raja Empat sebagai setting cerita agar menarik perhatian. “Ini karya fiksi, namun tujuh puluh persen ada saya di dalamnya,” tegasnya.
Selain menyelami keindahan laut timur Indonesia, RTRA mengajak pembaca mengarungi arus perjalanan hidup Rindu Eidelweis, seorang Sarjana Perikanan yang mengagungkan passion menulisnya. Suatu ketika Rindu terjebak di Raja Ampat dan bertemu Karang Biru Jalesveva. Sialnya, dia belum bisa berdamai dengan dendam pada sang senior sewaktu Orientasi Pengenalan Hidup Kampus (Ospek).
Menurut Dekan Fakultas Ekologi Manusia Insitut Pertanian Bogor, Dr. Arif Satria novel yang baik dan menarik bisa dihasilkan dari riset. Saat ini novel yang mengungkap kelautan dan perikanan masih jarang. Padahal, “Kita tidak bisa mengabaikan dunia riset dalam kehidupan.”
Novel RTRA mengungkapkan dimensi ekologis dan kaya ilustrasi detail tentang spesies dan keindahan alam. Aspek sosiologis juga disentuh tentang bagaimana pola-pola konservasi di Indonesia masih menggunakan resep tunggal. “Novel ini mengajar kita bagaimana etika-etika tertentu juga berlaku untuk sesama makhluk hidup dan membangun kecintaan manusia dengan laut,” kata Arif.
Pembedah lain, Prof Dr. Zahri Nasution mengatakan novel ini memberi pembelajaran bagi para peneliti bagaimana menempatkan data atau informasi kelautan dan perikanan dalam bentuk karya fiksi. Novel RTRA merupakan contoh diseminasi bagi peneliti.
Peneliti sosial ekonomi kelautan dan perikanan ini mencatat bagaimana RTRA memuat data dan informasi kebaharian terkait kondisi perairan dan masyarakat yang ada di Raja Ampat. Di perairan yang menjadi surga bagi penyelam sejati dan diving ini terdapat Whale Shark (Rhincodon Typus) ikan terbesar yang mampu hidup hingga 70 tahun, panjang 14 meter dan berat 15 ton. Spesies lainnya berenang dalam alur kisah RTRA.
Dalam novel ini tersedia juga informasi jumlah pulau dan data topografi bawah laut Raja Ampat yang berbentuk terumbu karang dangkal dan beberapa gua bawah laut. Informasi pulau-pulau, suku-suku, kehidupan nelayan, kondisi wilayah, fasilitas, lingkungan alami atau buatan juga menambah kekayaan data RTRA.
Mengemas riset kelautan dan perikanan dalam bentuk novel bisa menjadi alternatif lain bagi peneliti. Seperti kalimat bernas dalam sampul belakang RTRA, “Kita sesekali memang butuh berhenti untuk mengerti, mengendap tiarap, mengintai agar bisa berperang secara lihai. Sebab hidup ini medan peperangan. Menang kalah sama saja, yang penting kita sudah berani menghadapi musuh besar yaitu ego yang ada dalam diri kita.”