LIPI Dorong Pengembangan Bahan Baku Obat Berbasis Keanekaragaman Hayati

Cibinong, Technology-Indonesia.com – Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat potensial untuk pengembangan obat herbal. Sekitar 80 persen tanaman herbal dunia tumbuh di Indonesia. Sayangnya potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal.

Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko mengatakan kurang lebih 30 ribu spesies tanaman ada di Indonesia dengan 1.845 diantaranya teridentifikasi sebagai tanaman obat. Dari jumlah tersebut yang menjadi jamu sekitar 700-800, sementara obat herbal terstandar sekitar 30 dan menjadi fitofarmaka baru 12.

Dari 1.845 spesies tanaman yang teridentifikasi sebagai tanaman obat, terangnya, baru 283 spesies yang secara resmi terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai obat dan telah digunakan masyarakat.

“Meskipun memiliki kekayaan alam yang berlimpah, namun Indonesia belum memanfaatkan secara optimal potensi tersebut. Jadi masih banyak sekali yang bisa dieksplorasi,” terang Handoko di sela Seminar Drug Discovery and Development in Indonesia: From Biodiversity to Medicine di Cibinong pada Rabu (19/2/2020).

Seminar ini digelar untuk menjembatani celah antara akademisi, industri, dan masyarakat dalam meningkatkan potensi pengembangan bahan baku obat (BBO) berbasis keanekaragaman hayati darat maupun laut.

“Pengembangan bahan baku obat membutuhkan proses yang panjang. Karena itu kita mengajak banyak pihak baik dalam maupun luar negeri, akademisi maupun industri untuk bersama-sama mengeksplorasi biodiversity kita. Yang penting kita terlibat di dalamnya sehingga negara ini punya share yang memadai. Paling tidak 70% dari property rights kita punya,” terangnya.

Menurutnya, fasilitas penelitian yang dimiliki LIPI untuk pengembangan bahan baku obat sudah cukup memadai. Fasilitas ini terus dilengkapi, salah satunya dengan membangun National Bioengineering Laboratorium.

“Untuk mempercepat itu infrastruktur ini kita buka untuk semua baik peneliti luar maupun perusahaan karena masih terlalu banyak yang harus dilakukan. Misalnya, kerjasama dengan PharmaMar dari spanyol yang fokus untuk terapi kanker berbasis biodiversitas kita,” tuturnya.

Handoko menjelaskan, pengembangan tanaman obat sebagai bahan baku obat merupakan salah satu prioritas riset nasional bidang kesehatan dan obat. Tujuannya adalah mewujudkan kemandirian obat Indonesia.

“Lembaga penelitian dapat berperan dalam melakukan riset pendahuluan sedangkan industri berperan dalam hilirisasi produk yang telah dikembangkan, terutama obat herbal terstandar dan fitofarmaka, melalui riset dan komersialisasi bahan baku obat tradisional,” ungkap Handoko.

Menurutnya, selain mendukung akses dan ketersediaan obat nasional, hilirisasi produk obat juga diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi sumber daya alam Indonesia.

Masteria Yunovilsa Putra, Ketua Kelompok Penelitian dan pengembangan obat LIPI mengatakan dalam seminar ini pihaknya mengajak semua stakeholder, universitas, lembaga litbang dan industri untuk sharing mengenai dikerjakan untuk mendukung pengembangan obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang menjadi program prioritas nasional.

“Kita sedang eksplorasi tanaman-tanaman di Indonesia yang belum dieksplore sama sekali. Misalnya, kita sedang mengembangkan jahe merah dan rosela merah untuk hipertensi, serta teripang untuk adjuvan kanker,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Puspita Lisdiyanti menerangkan, potensi keanekaragaman hayati Indonesia untuk bahan baku obat harus terus dikembangkan mengingat sebagian besar bahan baku obat di Indonesia masih diimpor dari luar negeri.

Sementara kebutuhan penduduk dunia terhadap terhadap obat-obatan alami sangat tinggi. Hal ini merupakan peluang yang sangat baik bagi industri obat herbal terstandar Indonesia untuk menggunakan tanaman obat sebagai bahan bakunya.

Seminar ini menghadirkan berbagai narasumber baik dari peneliti maupun perusahaan multinasional dan nasional yang berkecimpung dibidang penemuan dan pengembangan obat baru. Diantaranya Director of Research & Development PharmaMar, Spanyol; Director of Business and Scientific Development PT. Dexa Medica; Director of Corporate Creative and Innovation Martha Tilaar Group; juga perwakilan dari BPOM, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author