Jakarta, Technology-Indonesia.com – Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto mengatakan isolasi diri bukan berarti diasingkan melainkan dalam konteks menjaga jarak fisik.
“Isolasi diri dalam konteks menjaga kontak fisik. Penyait Covid-19 ini menular melalui percikan ludah atau droplet yang keluar dari yang sakit saat dia berbicara, batuk atau bersin. Itu menjangkau jarak sekitar satu hingga 1,5 meter. Lebih gampangnya minimal harus berjarak dua meter. Nah dua meter ini yang harus dijaga,” ujar Yurianto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/4/2020).
Dia menambahkan jika seseorang melakukan mengisolasi diri, maka dia masih boleh berada di tengah keluarga. Namun harus menjaga kontak fisik dan tidak boleh berjarak kurang dari dua meter dari anggota keluarga yang lain. “Harus pakai masker terus, supaya percikan ludahnya tertahan di masker,” jelas dia.
Isolasi mandiri, terangnya, bertujuan melindungi masyarakat yang sehat, agar tidak tertular virus Covid-19. Kontak sosial tetap boleh dilakukan, namun jarak sosial harus tetap dijaga. Masker yang digunakan pun masker apa saja.
Isolasi diri, lanjut Yuri, tidak harus berkelompok. Melainkan bisa satu orang di rumah, bersama anggota keluarga yang lain. Asalnya menggunakan alat makan sendiri, tidak kontak dekat dengan keluarga, dan menggunakan masker.
Jika memunginkan, inisiatif daerah boleh mengumpulkan untuk isolasi mandiri. Asalkan tempatnya nyaman, dibatasi jarak fisiknya, sarana dasar dan kebutuhan dasar terpenuhi.
Selain itu, perlu juga memastikan individu yang melakukan isolasi mandiri itu tetap gembira, karena perasaan stres sangat mempengaruhi status imunitas seseorang. “Kuncinya, isolasi mandiri bisa dimana saja tapi harus membawa rasa tenang,” imbuh dia.
Lapor Puskesmas
Achmad Yurianto juga mengatakan bahwa masyarakat yang melakukan isolasi mandiri harus melapor ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) terdekat.
“Setiap melaksanakan isolasi mandiri harus melaporkan ke Puskesmas terdekat yang nantinya mengawasi kondisi kesehatan masyarakat yang melakukan isolasi mandiri. Petugas Puskesmas sudah tahu apa yang harus dilakukan,” ujarnya.
Isolasi mandiri dapat dilakukan untuk mencegah penularan atau melindungi masyarakat yang sehat. Isolasi diri dilakukan oleh Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang memiliki ciri-ciri demam atau riwayat demam, batuk atau pilek, memiliki riwayat perjalanan ke negara yang memiliki transmisi lokal Covid-19, maupun memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di daerah dengan transmisi lokal di Indonesia dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala.
ODP tersebut wajib mengisolasi diri sekarang sukarela dan tidak meninggalkan rumah selama 14 hari, kecuali ke klinik atau rumah sakit untuk memeriksakan diri. “Petugas Puskesmas memiliki peran serta dalam pemantauan dan juga melakukan edukasi yang benar secara terus-menerus mengenai Covid-19 ini,” terang Yuri.
Diharapkan setelah isolasi selesai dilakukan, maka yang bersangkutan mempunyai pengetahuan yang bagus tentang penularan virus tersebut.
Isolasi mandiri dapat dilakukan di rumah, asalkan individu yang melakukan isolasi mandiri itu mengenakan masker, kamar tidur yang terpisah jika memungkinkan, menjaga jarak fisik dengan anggota keluarga yang lain, dan menggunakan alat makan tersendiri.
Keluarga yang memiliki daya tahan tubuh yang rendah seperti manula, sedang dalam masa pengobatan penyakit kronis (penyakit diabetes/gula, riwayat tumor/kanker), memiliki penyakit autoimun atau kondisi pernapasan yang tidak prima, maka perlu diungsikan sementara.
Yuri menjelaskan keberhasilan isolasi mandiri tersebut ditentukan beberapa hal yakni, tidak ada keluhan dari awal isolasi sampai hari terakhir, dan ada keluhan sedikit seperti panas pada awal isolasi namun sembuh setelah isolasi mandiri.
Kemudian jika ada keluhan seperti sesak, demam hingga hari terakhir maka isolasi tetap harus dilakukan namun harus diawasi petugas kesehatan. “Pelaksanaan isolasi mandiri itu tentunya tetap diawasi oleh petugas kesehatan dari awal hingga hari terakhir,” terangnya.
Yuri menambahkan dalam penanganan Covid-19 masyarakat tidak perlu panik namun tidak juga boleh sembrono, karena pada hakikatnya penyakit tersebut bisa disembuhkan.