Jakarta – Technology-Indonesia.com – Pada masa kanak-kanak stunting sebagai salah satu hambatan paling signifikan bagi perkembangan manusia. Secara global, stunting memengaruhi sekitar 162 juta anak balita.
Agung Dwi Laksono, Ahli Peneliti Madya dari Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, Organisasi Riset Kesehatan (ORK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan stunting tidak dapat dipulihkan karena nutrisi yang tidak memadai dan infeksi berulang selama 1000 hari pertama kehidupan seorang anak.
Agung merupakan salah seorang dari 12 orang penerima penghargaan Periset BRIN Tahun 2023. Pria yang menyelesaikan program Doktoral di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya pada 2016 – 2020 ini memang memiliki segudang prestasi.
Beberapa prestasi yang diraihnya, antara lain Tenaga Kesehatan Berprestasi, Peneliti dengan Penulisan Karya Tulis Ilmiah Paling Produktif di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Kemudian, sebagai Penulis Artikel Ilmiah Berkualitas Tinggi Bidang Kesehatan dan Obat di lingkungan BRIN.
Penghargaannya diperoleh berdasarkan capaian kinerja output tahun lalu, dan kegiatan risetnya berdampak bagi masyarakat. Sebagian besar tulisannya lebih banyak ditujukan kepada para pengambil kebijakan, baik untuk menurunkan, atau menaikkan indikator tertentu.
Salah satu tulisannya tentang stunting yang menurutnya unik, karena jika pasien diberikan makanan yang bergizi maka tubuhnya tidak bertambah tinggi, melainkan melebar ke samping, dan menjadi obesitas. Jadi strategi yang bagus adalah mencegah. Pencegahannya dilakukan tidak hanya saat masa kehamilan, melainkan sejak masih remaja. Bentuk pencegahannya berupa pemberian penambah darah dan vitamin.
Salah satu faktor penyebab stunting adalah karena faktor genetik, namun hal ini tidaklah mutlak. Faktor lainnya adalah upaya pengobatan yang dilakukan secara individual, bukan secara komunitas atau masyarakat, dan menyeluruh. Jadi upaya yang terbaik adalah melakukan pencegahan.
Ada diversifikasi makanan berprotein bagi penderita stunting yang sangat berpengaruh, khususnya penduduk di daerah pegunungan. Kebanyakan penduduk yang berada di pegunungan memakan makanan yang sumber proteinya bervariasi, mulai dari tikus hutan, kaluang, maupun kelelawar.
Hal ini berbeda dengan penduduk yang tinggal di daerah laut, hewan laut mempunyai sumber protein yang tinggi. Asupan protein inilah yang berpengaruh terhadap pasien stunting.
Dalam beberapa kasus, penduduk wilayah pantai atau laut juga dapat mengalami stunting, karena mereka justru menjual hasil tangkapannya. Sementara makanan yang dikonsumsi keluarga, adalah sisa dari tangkapan yang kurang baik kualitasnya. Hal ini sering dilakukan untuk memenuhi ekonomi keluarga.
Agung menjelaskan proses kegiatan riset yang dilakukan dalam penelitiannya. Menurutnya tahun-tahun kemarin itu adalah masa transisi, belum banyak riset dengan data primer yang dilakukan. Dia lebih banyak melakukan analisis data sekunder dari survei nasional yang banyak bertebaran, khususnya yang dihasilkan oleh Kementerian Kesehatan. Tantangan terbesar adalah mencari partner yang sejalan, yang bisa diajak berlari cepat.
Menurut pria yang mengawali karirnya sebagai wartawan kesehatan Harian Pagi Jawa Pos ini, beberapa riset yang telah dilakukan terasa sangat berkesan. Terutama ketika berhasil mengajak kolaborasi periset dari beragam institusi. Kemudian berhasil mewujudkan dan menerbitkan sebuah manuskrip yang terbit di jurnal bereputasi. Keberhasilan menyatukan pikiran dari beberapa kepala dalam satu tulisan, itu pekerjaan yang menantang, yang bisa berhasil sangat memuaskan.
Ke depan, Agung ingin mempertahankan, atau kalau memungkinkan menjadi lebih baik lagi. Bisa menggandeng dan mengendorse temen-temen peneliti lainnya.
“Jangan berhenti atau mundur dengan keterbatasan yang ada. Masih banyak potensi yang bisa dimanfaatkan. Mari berkolaborasi dengan pihak manapun, untuk dapat lebih memberi dampak dan manfaat,” pungkasnya. (Sumber Brin.go.id)