Mahasiswa UGM Melaju ke Final Asia Social Innovation Award 2016

alt

Silva Eliana (FKG) dan Arief Faqihudin (FT)  memperagakan aplikasi COASS (foto humas UGM)

Dua mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) terpilih menjadi pemenang kompetisi Asia Social Innovation Award 2016 tingkat nasional. Silva Eliana (FKG) dan Arief Faqihudin (FT) akan mewakili Indonesia dalam final kompetisi tingkat Asia pada 16-19 Februari 2017 di West Kowloon, Hongkong.

Dalam kompetisi ini, Silva dan Arief mengusung ide bisnis sosial berupa pengembangan aplikasi bernama COASS yang meraih penghargaan “Best Social Start-up Ide”. Aplikasi ini dapat menghubungkan mahasiswa profesi dokter gigi atau ko-asistensi (ko-ass) dengan pasien sesuai dengan kebutuhan dan jadwal perawatan keduanya.

“COASS merupakan platform yang mempertemukan kebutuhan perawatan dan jadwal yang sesuai antara pasien dan mahasiswa ko-ass,” jelas Silva di Kampus UGM, pada Senin (9/1/2016).

Silva menyampaikan ide COASS berawal dari keprihatinan terhadap minimnya jumlah dokter gigi di Indonesia. WHO menetapkan rasio ideal  jumlah dokter gigi dengan penduduk yaitu 1:2.000. Keberadaan dokter gigi di Indonesia dibandingkan dengan jumlah penduduk masih di bawah rasio ideal yakni 1:22.000.

“Jumlah dokter gigi di Indonesia jauh dari ideal. Bahkan diperparah persebarannya belum merata, 70 persen masih terpusat di Pulau Jawa ,” tutur Silva.

Sementara itu, tiap tahunnya hanya ada tambahan sekitar 600 dokter gigi lulusan berbagai perguruan tinggi di Indonesia.  Dengan kondisi ini, diproyeksikan rasio ideal baru akan tercapai pada 2030. Salah satu faktor yang mempengaruhi lambatnya lulusan dokter gigi adalah adanya keterlambatan dalam pendidikan profesi. Normalnya, pendidikan profesi ditempuh dalam waktu 1,5-2 tahun. Kenyataannya, hampir 50 persen mahasiswa menempuhnya lebih lama karena berbagai faktor.

Salah satunya, karena mahasiswa ko-ass kesulitan mendapatkan profil pasien yang tepat sesuai kebutuhan atau persyaratan. Persoalan jadwal turut berkontribusi memperlambat pendidikan profesi ini. Kesulitan umum yang dialami adalah jadwal ko-ass tidak tepat dengan pemeriksaan pasien, sementara ko-ass dibatasi waktu. Masalah lainnya, pasien tidak memiliki cukup uang sehingga ko-ass harus membayar untuk menampung pengobatan.

“Harapannya, aplikasi COASS ini memberikan kemudahan bagi pasien dan mahasiswa ko-ass untuk bertemu. Dengan begitu mahasiswa ko-ass dapat menyelesaikan pendidikan tepat waktu,” paparnya.

Dalam final Asia Social Innovation Award, Aplikasi COASS akan berkompetisi dengan 10 pemenang regional. Kompetisi yang diselenggarakan oleh Social Ventures Hongkong ini bertujuan memberikan solusi atas berbagai persoalan yang terjadi di Asia. Kompetisi diikuti ratusan peserta dari negara kawasan Asia seperti Indonesia, Hongkong, Korea Selatan, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam dan lain-lain.

Para pemenang regional berkesempatan mengasah ide dan pengembangan model bisnis melalui pembinaan dalam lokakarya start up sosial serta pitching ide di Hongkong. Ide terbaik hasil pitching akan dipilih menjadi pemenang yang akan meraih Grand Award Sosial Innovator 2017. Pemenang akan mendapatkan uang pembinaan sebesar 9.020 USD, berhak memperoleh coaching dan masuk dalam keanggotaan “House of Social Innovators” selama 1 tahun. 

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author