Komdigi Siapkan Tameng Digital untuk Perlindungan Anak

TechnologyIndonesia.id – Anak-anak Indonesia semakin rentan terhadap ancaman di dunia digital, mulai dari kecanduan teknologi hingga paparan konten berbahaya. Menyadari urgensi ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menggelar Focus Group Discussion (FGD) lanjutan bersama berbagai pemangku kepentingan, termasuk KPAI, HIMPSI, Save the Children, UNICEF, ID-COP, LPAI, serta akademisi dan praktisi.

Diskusi ini mendalami aturan usia dalam Rancangan Peraturan Pemerintah Tata Kelola Pelindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik (RPP TKPAPSE), dengan fokus pada perlindungan anak dari risiko digital yang semakin kompleks.

Staf Ahli Menteri bidang Komunikasi dan Media Massa, Molly Prabawaty, menegaskan bahwa regulasi yang disusun harus lebih dari sekadar aturan teknis, tetapi juga mencegah dampak negatif digital terhadap anak.

“Kita tidak bisa hanya mengatur akses tanpa memastikan literasi digital yang memadai. Regulasi ini harus melindungi anak dari kecanduan teknologi dan konten negatif, sambil tetap mendorong pemanfaatan ruang digital yang sehat dan bertanggung jawab,” ujarnya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, menambahkan bahwa pengawasan terhadap regulasi ini harus dilakukan secara kolaboratif.

“Langkah Komdigi ini sangat kami dukung, tapi keberhasilannya bergantung pada pengawasan yang ketat. Kepolisian, KPAI, dan berbagai pihak harus berperan aktif dalam menangani risiko yang muncul di ruang digital bagi anak-anak,” jelasnya.

Dalam diskusi, Pakar Pendidikan, Itje Chodijah mengingatkan bahwa kebijakan perlindungan anak tidak bisa sekadar meniru regulasi negara lain.

“Kita bisa belajar dari UK, Australia, dan Jerman, tapi tetap harus mempertimbangkan kondisi sosial dan budaya Indonesia. Banyaknya kasus eksploitasi seksual pada remaja awal dan anak penyandang disabilitas di Indonesia menunjukkan bahwa kita perlu intervensi negara yang lebih kuat,” ungkapnya.

Ketua Umum PP Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Andik Matulessy, menggarisbawahi bahwa tidak semua fitur digital cocok untuk anak-anak. Menurutnya, harus ada pembatasan ketat terhadap konten yang berisiko, seperti self-harm, kekerasan, gangguan makan, cyberbullying, hingga radikalisme dan terorisme.

“Sebaliknya, kita harus mendorong fitur-fitur ramah anak yang mendukung pembelajaran, memperkuat nasionalisme, dan mendorong aktivitas positif seperti olahraga dan eksplorasi budaya,” katanya.

Sementara itu, Komisioner KPAI, Kawiyan, menekankan pentingnya kontrol identitas di dunia digital. Penggunaan nama akun sesuai KTP dapat menjadi bentuk pertanggungjawaban anak atas aktivitasnya di media sosial.

“Dengan identitas yang jelas, mereka akan berpikir dua kali sebelum terlibat dalam cyberbullying atau menyebarkan konten negatif,” tegasnya.

Dari perspektif internasional, Perwakilan UNICEF, Cahyo, menyoroti bahwa regulasi harus berbasis pada prinsip hak anak.

“Negara-negara yang lebih maju dalam perlindungan digital menempatkan kepentingan anak sebagai prioritas utama. Kita juga harus memastikan bahwa keputusan yang kita buat berorientasi pada hak anak, tanpa diskriminasi, agar mereka bisa tumbuh dengan aman di dunia digital,” tuturnya.

Diskusi ini juga menghasilkan usulan pembentukan mekanisme audit digital untuk mendeteksi dan menangani pelanggaran sejak dini. Selain itu, penguatan kapasitas lembaga pengawas serta edukasi bagi orang tua dan tenaga pendidik dianggap sebagai langkah penting untuk memastikan keberhasilan implementasi regulasi ini.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Dr. Seto Mulyadi, menegaskan bahwa tanggung jawab melindungi anak-anak di dunia digital tidak hanya ada di tangan pemerintah.

“Masyarakat harus berperan aktif dalam menciptakan ruang digital yang aman dan ramah bagi anak-anak. Jika kita tidak bertindak sekarang, kita membiarkan mereka tumbuh dalam lingkungan digital yang berbahaya,” tegasnya.

Komdigi berkomitmen untuk terus memperkuat tata kelola perlindungan anak di ruang digital melalui kolaborasi dengan berbagai pihak. Regulasi yang komprehensif dan implementasi yang efektif diharapkan mampu menciptakan lingkungan digital yang lebih aman bagi generasi muda Indonesia.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author