Indonesia sejak lima tahun terakhir menunjukkan ketersediaan infrastuktur Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) yang meningkat. Hal itu dipercepat dengan adanya program pemerintah seperti pembangunan Desa Informasi khususnya di luar DKI Jakarta yang didukung penyedia jaringan dan jasa TIK.
Meski demikan distribusi atau intensitas TIK bervariasi dan belum merata di seluruh Indonesia karena belum meratanya daya beli masyarakat. Padahal dengan perkembangan teknologi serta persaingan industri menyebabkan harga layanan akses TIK semakin menurun.
Sementara itu, berdasarkan sensus BPS 2008 baru sekitar 32,68 persen dari 75 ribu desa/kelurahan di Indonesia yang telah terjangkau telepon kabel, sedangkan sekitar 87,14 persen telah terjangkau sinyal seluler.
Selain itu, fasilitas TIK untuk publik bentuk telepon umum baru mencapai 31,18 persen desa, sedang Fasilitas warnet baru ada 5,7 persen. Sejak dimulainya program desa dering pada 2009 hingga 2011, persentase desa yang terjangkau telekomunikasi baik kabel maupun nirkabel, telah mencapai 96 persen desa. Â
Data BPS juga menyebutkan dari segi keterjangkauan fasilitas TIK dalam rumah tangga Indonesia khususnya untuk internet pada 2010 lalu baru terdapat 10,82 persen rumah tangga yang memiliki komputer. Dan sekitar 23,47 persen rumah tangga sudah bisa mengakses internet.
Akses itu dilakukan dari lokasi atau media di dalam rumah dengan menggunakan jaringan telepon kabel dari luar rumah seperti di kantor, sekolah, warnet maupun tempat atau cara lainnya misalnya dengan modem portable.
Hingga kini ada sekitar 30 juta penduduk pada 2010 pengguna internet dan angka ini terus meningkat menjadi 40 juta pada 2011. Namun berdasarkan survei nasional pada 2010 persentase individu yang mengakses internet baru 9,9 persen dari 238 penduduk Indonesia.
Kenyataan itu juga bisa menunjukkan bahwa asing demikian gencar memasarkan teknologinya di Indonesia. Sementara di sisi lain, orang Indonesia minim dalam hal menghasilkan teknologi bidang TIK tersebut. Dengan kata lain, penguasaan teknologi TIK sudah mengkuatirkan.
Semua data itu tertuang dalam buku yang dikeluarkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berjudul ICT Outlook Indonesia edisi 2011. Menurut Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK), BPPT, Hammam Riza, buku itu merupakan publikasi dari kegiatan TikoMeter atau pengukuran TIK yang dilakukan oleh PTIK, BPPT.
“Pada hakikatnya ICT Outlook Indonesia bertujuan untuk membantu para pengambil keputusan dalam mendapatkan gambaran sertau analisis kondisi TIK di Indonesia yang komprehensif berdasarkan data akurat dan terkini. Dan diharapkan dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan yang tepat di bidang TIK maupun kebijakan di bidang terkait lainnya,” katanya.
Selain itu Hammam mengatakan perkembangan TIK saat ini sangat pesat, BPPT sebagai lembaga yang berperan dalam mengkaji dan menerapkan teknologi tidak terlepas pula dari kontribusinya menghasilkan berbagai pengembangan dan inovasi teknologi. Melalui PTIK, BPPT, telah melakukan penerjemah wicara 23 bahasa, disain alat pembaca e-KTP kompak serta rekomendasi teknis dan dialog nasional e-Pemilu 2012.