Jakarta, Technology-Indonesia.com – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) meluncurkan program Computer Security Incident Response Team (CSIRT) Tahun 2021 dengan misi Secure The Future di Jakarta, Kamis (3/6/2021). Program ini merupakan hasil kerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan 17 Agustus 2019 mengatakan bahwa Indonesia harus siap menghadapi ancaman kejahatan di ruang siber termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Pemanfaatan ruang siber harus diikuti tiga hal, keamanan siber, pemaksimalan penggunaan ruang siber untuk memajukan kepentingan nasional di tingkat global, penguatan kuantitas dan kualitas ruang siber yang kompetitif di tingkat dunia pada seluruh lapisan ruang siber, baik lapisan fisik, jaringan logika dan sosial.
Kepala BPPT Hammam Riza saat peluncuran BPPT CSIRT mengatakan bahwa pihaknya sebenarnya telah memiliki pengalaman terkait manajemen CSIRT sejak lima tahun lalu. Peluncuran secara resmi dilakukan untuk menyesuaikan dengan peraturan Kepala BSSN terkait penetapan institusi yang menjalankan fungsi sebagai CSIRT.
“Perkembangan teknologi 4.0 yang begitu cepat dan berjalan dengan eksponensial, ditandai dengan adanya big data, kecerdasan artifisial, internet of things, dan cloud computing, membuat kita terengah dan gamang untuk beradaptasi terhadap perkembangan teknologi. Diantara itu semua, terdapat unsur yang sejak lama sudah harus dilakukan, yaitu keamanan informasi,” jelas Hammam.
Cyber security menurutnya merupakan sesuatu yang sudah ada sejak kita mulai membangun computer networks. “Cyber security adalah sebuah proses, bukan tujuan, karena harus dilakukan secara terus menerus. Proses ini dijalankan oleh satu manajemen tim yang khusus dalam menangani security incident,” tegasnya.
Tim BPPT CSIRT diharapkan Hammam dapat melakukan layanan reaktif dan proaktif seperti early warning, respon dan recovery, kemudian menjaga kerentanan (vulnerabilities) dari sebuah sistem. Tim juga harus mampu memberikan layanan reaktif bila terjadi insiden baik sebagai artefak maupun forensik, serta layanan security assessment.
Pada kesempatan yang sama, Deputi 3 BSSN, Mayjen TNI Yoseph Puguh Eko Setiawan mengatakan bahwa pembentukan CSIRT sejalan dengan penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), dimana BPPT dan BSSN menjadi tim ahli dan tim koordinasi nasional yang harus menyelenggarakan dan mensukseskan SPBE.
BPPT bersama dengan BSSN, KemenPAN RB, Kemenkominfo terus berupaya membangun SPBE yang aman, melalui pembangunan berbagai aplikasi umum dan khusus. Tentunya akan banyak titik kerentanan dalam sistem tersebut. Disinilah peran tim CSIRT diperlukan dalam melakukan penguatan aspek-aspek untuk mewujudkan ketangguhan dalam SPBE.
BSSN menurut Yoseph saat ini sedang menyusun peraturan yang memuat strategi keamanan siber nasional, manajemen krisis siber, dan perlindungan infrastruktur nasional bersama instansi terkait. Pembentukan CSIRT dilakukan sebagai salah satu pelaksana keamanan siber untuk pembangunan kekuatan siber indonesia.
BSSN berencana akan membentuk 121 CSIRT di lingkungan Kementerian/Lembaga pusat dan daerah, serta 534 CSIRT di Kabupaten/Kota yang merupakan bagian dari Program Prioritas nasional.
“Pembentukan CSIRT sejalan dengan program prioritas Presiden Jokowi, yaitu pembangunan SDM di bidang keamanan siber. CSIRT bertanggung jawab untuk menerima, meninjau, dan menanggapi laporan aktivitas serangan siber,” jelas Yoseph.
BPPT CSIRT diharapkan mampu menjadi sebuah tim yang utuh dan solid. “Dengan didukung SDM yang mumpuni di bidang keamanan informasi serta dapat melakukan eksekusi insiden respon dengan cepat dan tanggap berlandaskan semangat BPPT solid, smart, speed. Ke depan perlu ada peningkatan kompetensi CSIRT melalui sertifikasi,” tutup Hammam.