Jakarta, Technology-Indonesia.com – Riset yang dilakukan AlphaBeta pada awal 2021 menyebutkan bahwa sebanyak 59 persen tenaga kerja digital di Indonesia belum memiliki kecakapan di bidang komputasi awan (cloud computing). Namun mereka meyakini bahwa kecakapan tersebut akan dibutuhkan dalam mendukung pekerjaan-pekerjaan mereka di tahun 2025.
Menjawab tantangan tersebut, Amazon Web Services (AWS) bekerjasama dengan ekosistem lokal melakukan beberapa inisiatif untuk meningkatkan kompetensi dan kecakapan (upskilling) talenta digital di Indonesia khususnya terkait cloud computing. AWS bekerja sama dengan Dicoding menggelar program beasiswa bagi pengembang cloud dan back-end. Program ini menawarkan pelatihan gratis kepada 100.000 peserta didik, serta memuat kurikulum pengembangan back-end yang komprehensif.
Tahun ini AWS telah meluncurkan sebuah program baru dan gratis bertajuk Laptops for Builders. Program ini berupa pelatihan mengenai dasar-dasar cloud bagi siswa sekolah menengah atas maupun sekolah vokasi dengan bahasa pengantar Bahasa Indonesia. Melalui program ini, AWS juga melatih instruktur-instruktur di organisasi-organisasi setempat tentang bagaimana menjalankan program edukasi cloud secara efektif bagi peserta didik.
Country Leader Indonesia AWS, Gunawan Susanto menjelaskan bahwa pihaknya memiliki memiliki tiga prinsip dalam mengedukasi sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Pertama, AWS berharap dapat meningkatkan kompetensi builders dan SDM digital Indonesia. Kedua, pihaknya menyadari pentingnya kedalaman dan kualitas konten yang disajikan. Kualitas materi menjadi hal yang utama.
“Yang ketiga, kami juga menyadari bahwa kami tidak bisa bekerja sendiri. Lewat kerja sama AWS yang akan terus diperluas dengan ekosistem pemangku kepentingan, seperti Dicoding, RMI NU, dan sekolah-sekolah, kami yakin bahwa Indonesia Emas 2045 bisa tercapai,” kata Gunawan dalam media briefing yang digelar secara daring pada Jumat (20/8/2021).
CEO Dicoding, Narenda Wicaksono mengatakan, Bersama AWS, Dicoding menawarkan Back-end Developer Learning Path. Kurikulum pengembangan back-end yang komprehensif diselenggarakan dalam Bahasa Indonesia bagi 100.000 pengembang pertama di Indonesia yang bergabung. Kurikulum ini dirancang sedemikian rupa agar memudahkan bagi pengembang Indonesia dalam memelajarinya.
Back-end Developer Learning Path terdiri dari 6 macam kursus, yakni AWS Cloud Practitioner Essentials, JavaScript Fundamentals, Architecting on AWS, Back-end App for Beginners, Back-end App Fundamentals, serta Becoming a Back-end Developer Expert. Seri pembelajaran ini dilengkapi dengan konten digital yang akan mengakselerasi proses pembelajaran untuk meningkatkan kecakapan dan kompetensi pengembangan back-end oleh pengembang.
Proses penilaian hasil pembelajaran peserta dilakukan melalui pemeriksaan kode yang dikumpulkan peserta dan dilakukan oleh instruktor dan pakar dari Dicoding. Seri pembelajaran ini sangat direkomendasikan bagi pengembang profesional, pengajar mata pelajaran atau mata kuliah teknologi informasi (TI), hingga mahasiswa.
“Kami melihat bahwa back-end developer menjadi posisi yang paling dicari di industri. Maka, lewat kerja sama dalam bentuk pengembangan kurikulum yang dilakukan bersama AWS dan terus diperbarui untuk mengikuti perkembangan terkini, kami berharap dapat mencetak talenta-talenta baru dengan keahlian yang relevan dengan kebutuhan industri pula,” tutur Narena Wicaksono.
Pelatihan Dasar Cloud
Menggandeng Yayasan Sagasitas Indonesia, AWS melakukan pelatihan dasar-dasar cloud computing kepada siswa dan guru dari lebih dari 200 sekolah di hampir 30 kota di seluruh Indonesia. Salah satu peserta pelatihan adalah Sri Suharyanti, guru di SMA Negeri 1 Semin, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Melalui pelatihan ini, Sri yang awalnya tidak familiar dengan cloud computing, dimampukan untuk bisa meneruskan ilmu berharga tentang teknologi masa depan kepada anak-anak didiknya. Mulai dari fitur-fitur di AWS, alur pembuatan situs web, hingga pembuatan aplikasi dan layanan berbasis teknologi canggih lainnya seperti artificial intelligence (Amazon Lex) dan IoT (Amazon Alexa).
Selain manfaat ilmu, Sri menjelaskan bahwa perangkat laptop yang disumbangkan AWS kepada sekolahnya dapat mendukung anak-anak didik untuk belajar teknologi dengan giat. Meskipun terkendala akses jaringan internet yang tidak merata, namun anak-anak didiknya sangat antusias belajar teknologi.
“Kami berterima kasih kepada AWS serta sumbangsih dan nilai-nilai positif yang telah dibagikan. Harapannya, dari pelatihan ini, anak-anak kami dapat memiliki skills yang luar biasa dan kelak menjadi tokoh-tokoh bangsa hebat dengan pemanfaatan teknologi termutakhir,” tutur Sri.
Manfaat program Laptop for Builders juga dirasakan oleh Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdatul Ulama (RMI NU), organisasi yang membawahi pesantren terafiliasi PBNU di seluruh Indonesia. Hatim Gazali, Pengurus RMI NU dan dosen di Universitas Sampoerna menerangkan bahwa selama ini citra pesantren dan santri lekat dengan ketidakmapanan ekonomi serta kekolotan dalam hal teknologi.
“Bagi kami di RMI NU, para santri di pelosok negeri sekalipun memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki pendidikan yang berkualitas dan mengembangkan kompetensi yang sama dengan pelajar di kota besar. Kami percaya, tidak boleh ada pihak yang tertinggal dalam cerita pembangunan nasional. AWS patut diapresiasi sebagai salah satu lembaga terdepan yang menggerakkan edukasi teknologi di kalangan pesantren,” tutur Gus Hatim.
Untuk meningkatkan kemampuan talenta digital di kalangan generasi muda, Yayasan Sagasitas Indonesia dan AWS menggelar Cloud Computing Club Competition Yogyakarta. Bima Mukhlisin, siswa SMK Negeri 2 Pengasih, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta merupakan pemenang kompetisi ini untuk kategori SMK. Bima bersama rekannya membuat sebuah situs web interaktif yang membuat kegiatan belajar sejarah menjadi lebih menyenangkan.
Bima termotivasi oleh menurunnya minat publik, khususnya anak muda sebayanya, terhadap sejarah. Di sisi lain, ia juga melihat bahwa artikel dan buku sejarah seringkali ditulis dengan bahasa dan istilah yang sangat padat, sehingga menjadi kurang menarik bagi pembaca awam.
Menurut Bima, cloud computing adalah masa depan internet. Bekal ilmu cloud computing yang telah didapatkannya ibarat adalah bekal abadi yang tidak akan pernah habis walaupun dibagikan ke semua orang.
“Sebagai siswa TKJ (Teknik Jaringan Komputer) yang juga bercita-cita menjadi engineer, saya pribadi berterima kasih kepada AWS. Melalui pelatihan yang kami terima, saya dibekali dengan ilmu dan keterampilan untuk melanjutkan kehidupan saya dan menyongsong masa depan yang lebih baik,” pungkasnya.