Jakarta, Technology-Indonesia.com – Layaknya wanita Papua lainnya, Mince Wenda (26) pandai merajut noken dari berbagai bahan serat pohon dan kulit kayu. Noken biasanya digunakan untuk mengisi, menyimpan, dan membawa berbagai barang. Selain untuk keperluan sendiri, noken buatannya juga dijual sebagai sumber mata pencaharian.
Mince merupakan seorang ibu rumah tangga yang tinggal Kampung Timi, Distrik Wereka, Lanny Jaya, Papua. Di sela kesibukan lainnya, siang hari adalah waktunya untuk merajut noken. Namun, waktunya memiliki keterbatasan. Jika cuaca hujan atau berkabut dia terpaksa menunda pekerjaannya, apalagi kalau malam tiba ia sudah tidak bisa lagi berkerja.
“Jadi kalau dulu saya bikin noken waktu siang saja. Tidak bisa bikin noken di dalam (honai) karena gelap,” kata Mince dikutip Technology-Indonesia.com dari siaran pers di website esdm.go.id pada Senin, 28 Februari 2022.
Tak bisa dipungkiri, akses terhadap energi listrik sudah beralih menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Pemanfaatan energi listrik baik untuk penerangan dan penggerak roda ekonomi menjadi hal yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan. Tak terkecuali bagi masyarakat di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), seperti Mince.
Harapan datang ketika Pemerintah menghadirkan program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE). Lampu surya itu memberikan secercah sinar bagi warga untuk melalui malam dengan lebih produktif. Malam di kampung halaman Mince kini tidak lagi sepi dan gelap.
Mince bercerita, sebelum adanya LTSHE, aktivitas di Kampung Timi berhenti sampai petang. Malam hari ia habiskan di honai, hanya untuk istirahat. “Tapi sekarang ada lampu saya bisa bikin noken di malam hari. Terima kasih atas lampunya,” ungkap Mince.
Sama halnya dengan Mince, anak-anak di Kampung Timi sebelumnya juga mengalami kesulitan untuk belajar jika malam menjelang. Penerangan malam hari di dalam honai yang kadang hanya berasal dari tungku api kayu bakar tidaklah cukup memberikan cahaya bagi anak-anak untuk belajar.
Anceli Gire, seorang anak usia sekolah dasar di Kampung Timi, menuturkan bahwa ia tidak bisa belajar kalau malam karena kondisi gelap.
“Dulu sebelum ada lampu tidak bisa belajar kalau malam. Sekarang sudah ada lampu jadi bisa belajar,” ujarnya sambil tersenyum.
Tak hanya untuk penerangan di dalam honai, warga kampung Tini yang suka berburu juga memanfaatkan LTSHE untuk membantu melakukan perburuan.
“Masyarakat juga ada pakai lampu (LTSHE) untuk berburu. Dari empat lampu, dua lampu mereka pakai untuk berburu ke hutan,” ujar Oktovianus Hisage, salah seorang tim teknisi yang memasang LTSHE di Kampung Timi.
Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur EBTKE Kementerian ESDM Hendra Iswahyudi saat Peresmian Pemasangan LTSHE di Kabupaten Yahukimo dan Lanny Jaya di Wamena, Papua, pada Sabtu, 26 Februari 2022 mengungkapkan bahwa pada dasarnya kegiatan pra elektrifikasi ini dilakukan agar APBN benar-benar dirasakan oleh rakyat.
“Prinsip Pemerintah, penggunaan APBN manfaatnya harus dapat dirasakan langsung oleh rakyat. LTSHE ini sebagai program pra elektrifikasi sebelum jaringan listrik PLN bisa masuk,” ujarnya.
Lampu LTSHE yang dibagikan memiliki beberapa keunggulan, yakni mudah dipasang (plug n play), lampu menggunakan LED sehingga lebih terang. Selain itu, lampu LTSHE juga bisa digunakan untuk senter, pengaturan cahaya lampu LED secara otomatis, dan daya tahan lama, serta bisa digunakan sebagai charger HP.
Komponen 1 set LTSHE terdiri atas: satu buah modul surya, 20 Wp; empat buah lampu LED, <= 3 Watt beserta baterai lithium; empat buah kabel lampu LED, @ 7 meter; satu buah kabel modul surya, 5 meter; satu buah hub; satu buah USB untuk charger HP; dan satu buah tiang penyangga aluminium, 1 meter.