Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pembangkit-pembangkit listrik yang dikelola PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) menghadapi berbagai permasalahan, diantaranya penyediaan bahan bakar. Sebagian besar anggaran PJB atau lebih dari 24 triliun setiap tahun dibelanjakan untuk bahan bakar.
Direktur Utama PJB Iwan Agung First mengatakan hal tersebut dalam acara penandatanganan kesepakatan bersama (MoU ) antara BPPT dengan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) di Jakarta, Jumat (9/3/2018). Melalui kesepakatan ini, BPPT akan melakukan pengkajian dan penerapan teknologi untuk mendukung kegiatan pengembangan teknologi di PJB.
“Kesepakatan ini terkait pengembangan teknologi yang kita butuhkan untuk lebih mengefisienkan dan mengefektifkan dari operasional dan maintenance yang dilakukan PJB dalam pembangkitan listrik,” katanya.
Iwan mengungkapkan, saat ini PJB mengelola lebih dari 14 ribu MW pembangkitan yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk mendukung visi double capacity, PJB akan mengembangkan lagi 14 ribu MW selanjutnya.
“Pembangkit-pembangkit listrik yang dikelola oleh PJB memiliki berbagai permasalahan dan membutuhkan suatu engineering untuk meningkatkan performa. Sebagian besar pembangkit juga masih tergantung pada energi fosil baik itu batu bara atau gas,” terangnya.
Pembangkit-pembangkit eksisting membutuhkan improvement (perbaikan) untuk operasional dan maintenance terutama bahan bakar. “Sebagian besar belanja PJB atau lebih dari 24 triliun setiap tahun dibelanjakan untuk bahan bakar. Sebagian besar untuk bahan bakar gas, sekitar 16-18 triliun setiap tahun,” lanjutnya.
Iwan berharap bahan bakar gas ini bisa disubstitusi dengan bahan bakar yang lebih murah daripada gas. Gas turbin yang dimiliki PJB sebagian besar berbahan bakar gas dengan belanja yang cukup besar. Nantinya, hasil penelitian dan pengkajian dari BPPT akan diuji coba terapkan dalam mesin-mesin pembangkit di PJB.
Tentang bahan bakar batu bara, Iwan menginginkan agar bisa menggunakan batubara low rank (berkalori rendah) yang banyak sekali resources-nya di Indonesia. Batubara low rank harus disesuaikan dengan mesin pembangkit melalui upgrading atau coal blending (percampuran batubara) dan lain sebagainya.
“Selama ini jika ada ujicoba dari supplier atau pemasok membutuhkan dua tongkang batu bara yang langsung dibakar. Jika uji coba tersebut tidak berhasil bisa menyebabkan gangguan pada unit pembangkit,” tutur Iwan.
Iwan berharap ada penerapan teknologi khusus untuk menguji bahan bakar ini tetapi tidak dengan sebanyak itu mungkin hanya berapa ton sehingga bisa menghemat dan menghilangkan resiko-resiko operasi unit PJB.
Sebagai informasi, BPPT merupakan satu-satunya institusi di Indonesia dan kawasan ASEAN yang memiliki fasilitas simulasi pembakaran di boiler (boiler simulator) dalam skala pilot yang dapat memprediksi kinerja pembakaran dalam suatu boiler baik dari sisi karakteristik pembakaran maupun prediksi potensi slagging dan fouling akibat penggunaan batubara yang spesifik. Pengujian ini diharapkan dapat membantu menjaga kinerja boiler dan tentunya mendukung pengamanan boiler PLTU.
Ke depan, PJB akan membangun membangun PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) terapung atau floating PV (Photovoltaic) berkapasitas 200 MW di Waduk Cirata. Saat ini PJB dalam tahap project development agreement dengan perusahaan Masdar dari Uni Emirat Arab yang berpengalaman di dalam solar PV. PLTS Cirata akan menjadi floating PV terbesar di dunia. Saat ini yang terbesar di China dengan kapasitas 40-50 MW.
“Teknologi-teknologi yang baru bagi kami perlu adanya kajian-kajian dan kelayakan. Saya berharap sekali pada BPPT untuk bisa bekerjasama,” kata Iwan.
Kepala BPPT, Unggul Priyanto mengatakan, dalam hal pengembangan energi terbarukan, BPPT secara konsisten mengembangkan kapasitas dan kapabilitas laboratorium PLTS. “Kami memandang surya sebagai salah satu sumber daya yang penting dan kompetitif,” lanjutnya.
Sejak implementasi PLTS pada 1990-an, BPPT berpartisipasi aktif melakukan pengkajian teknologi PLTS, didukung adanya laboratorium pengujian module PLTS, baterai, BCR, dan inverter. BPPT juga berinovasi dalam pengembangan energy storage termasuk baterai dan hydrogen.
“Hal-hal demikian tentunya dapat meningkatkan portofolio bisnis pengembangan listrik berbasis energi terbarukan baik untuk skala komunitas, off grid dan on grid,” pungkasnya.
Berita Terkait: BPPT Dukung Pengembangan Teknologi di PT Pembangkitan Jawa-Bali