Kepala Bidang Energi Terbarukan PTPSE, BPPT, Erlan Rosyadi mengatakan tahun 2012 kebutuhan LPG Indonesia mencapai 5,3 juta ton, 50 persennya dipenuhi dari impor. Padahal dalam energi terbarukan ada yang namanya Dimethyl Ether (DME) yang merupakan sumber energi bersih, ramah lingkungan dan bebas emisi. Untuk antisipasi kebutuhan LPG tersebut, DME dapat mensubstitusi energi dan impor energi. Selain itu DME pun dipandang tepat sebagai jawaban pemenuhan energi dimana saat ini sumber energi fosil kian menyusut dan hampir berakhir ketersediaanya. Sementara menurut Perencana Energi (Energy Planning), BPPT, Ira Fitriana memproyeksikan dalam asumsi energi tahun 2035 DKI Jakarta butuh 2.203.000 ton DME dengan kebutuhan batu bara sekitar 5,85 juta ton seharga US$ 40 per ton setara Rp 5.950 per kg. Harga ini berkompetisi dengan LPG 12 kg. Dalam perkiraan pembangunan kilang, dibutuhkan US$ 800 juta untuk tiga tahun pertama dengan kapasitas 5.000 ton per hari. Saat ini harga LPG 3 kg (subsidi) Rp 4.350 per kg, 12 kg Rp 5.950 per kg dan 50 kg Rp 7.300 per kg. “Jika mengacu pada asumsi harga DME dengan batu bara seharga US$ 40 per ton, berkompetisi dengan harga LPG 12 kg dan harga batu bara US$ 75 per ton berkompetisi dengan LPG 50 kg,” Jadi tak diragukan lagi jika sumber energi ini juga mempunyai keunggulan dibanding sumber energi lain. Selain itu DME juga dapat diproduksi dari beberapa sumber seperti bahan bakar terbarukan (biomassa, limbah dan hasil pertanian) dan bahan bakar fosil (gas alam dan batu bara). Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi (PTPSE) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi MAM Oktaufik menambahkan potensi DME di Indonesia sangat melimpah. Sebab Indonesia sebagai negara dengan biomassa dan sumber batubara yang melimpah. “Di luar negeri sudah ada bio DME di Eropa DME dari biomassa yang renewable. China pun sudah ada energi ini,” katanya di sela focus group discussion DME Sebagai Bahan Bakar Baru dan Bersih di Jakarta beberapa waktu lalu. DME merupakan senyawa ether yang paling sederhana, mempunyai karakteristik menyerupai Liquid Petroleum Gas (LPG). Penanganan untuk penyimpannya tidak berbeda jauh dengan penanganan LPG yang telah banyak dipakai sebagai bahan bakar rumah tangga. Beberapa negara seperti China dan Brazil memakai DME sebagai bahan bakar campuran dengan LPG untuk kebutuhan bahan bakar di sektor rumah tangga. Sedangkan negara-negara Eropa dan Jepang menggunakan DME untuk bahan bakar kendaraan. Oktaufik menyayangkan di Indonesia penggunaan DME masih terbatas untuk penggunaan bahan propellant saja. Sedangkan pemanfaatan untuk bahan bakar sektor rumah tangga dan sektor transportasi sedang dalam perencanaan untuk segera diimplementasikan. Menurutnya, kendala yang ditemui dalam penggunaan DME adalah belum adanya harga penetapan. “Berdasarkan asumsi harga DME bisa lebih murah 20-50 persen harga LPG per kilogramnya,” ucapnya. Terkait pemanfaatan campuran DME 20 persen dan LPG 80 persen untuk sektor rumah tangga telah dipastikan penggunaan kompor LPG yang beredar di pasaran dapat digunakan secara langsung tanpa mengurangi kinerja kompor. Ia memperkirakan jika standar dan semua infrastruktur DME tercipta, kemungkinan tahun 2017 DME siap digunakan.
Setiyo Bardono
Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id
You May Also Like
BBM Kendaraan Roda Dua Tetap Disubsidi
7 Juni 2010
Inovasi BPPT Hasilkan Kompor Berbahan Bakar Jelantah
21 Februari 2012
Ekploitasi Bahan Stategis Harus Dikendalikan
28 September 2012
More From Author
Parosmia, Gejala Gangguan Penciuman pada Pasien Covid-19
4 Januari 2021
Pengembangan Riset dan SDM Maritim di Indonesia
28 Desember 2018